Anjuran untuk Tidak Langsung Minum Air Setelah Dzikir

Facebook
WhatsApp
Copy Title and Content
Content has been copied.
3 min read

Dasar perintah berdzikir adalah Al-Qur’an dan hadits Rasulullah Saw. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا (٤١) وَسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّأَصِيْلًا (٤٢)

“Wahai orang² yg beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (QS al-Ahzab [33]: 41-42).

Dzikir merupakan aktivitas ibadah yg senantiasa dijalankan oleh Rasulullah Saw. Dalam hal berdzikir, Rasulullah Saw. lebih banyak memberikan contoh secara langsung kepada para sahabat dan menunjukkan keutamaan²nya. Seperti hadits berikut ini, tidak ada penyebutan kata perintah secara eksplisit, namun menunjukkan betapa pentingnya dzikir bagi kehidupan manusia.

لَايَقْعُدُوْنَ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالَى اِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ تَعَالَى فِيْمَنْ عِنْدَهُ رواه مسلم

“Tidaklah duduk dan berkumpul suatu kaum dengan mengingat Allah (berdzikir) kecuali mereka dikepung oleh para malaikat, diliputi rahmat, diberikan ketenangan, dan Allah mengingat siapa saja yg berada di tengah² perkumpulan tersebut.” (HR. Muslim).

Setiap manusia membutuhkan rahmat, ketenangan, dan kasih sayang Allah Ta’ala. Salah satu media yg dapat digunakan untuk meraih itu semua adalah dzikir. Dzikir berasal dari kata dzakara-yadzkuru-dzikrun yg berarti menyebut, mengucapkan (asma Allah) (Kamus Al-Bisyri, h. 221). Dalam pengertian lain, dzikir dapat diartikan mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti (Amin Syukur, Terapi Hati, h. 59). Beliau menambahkan bahwa dzikir dalam Al-Qur’an berarti juga membangkitkan daya ingat dan kesadaran, ingat terhadap hukum² Allah, mengambil peringatan, dan meneliti proses alam.

Adab Berdzikir

Pada prinsipnya, tujuan berdzikir adalah untuk membersihkan hati dari segala penyakit, melembutkan yg keras, menjernihkan yg kotor, dan menentramkan yg bergejolak. Para ulama telah mengajarkan bagaimana cara berdzikir yg benar lagi efektif. Sebagaimana ibadah² lainnya, dzikir juga memiliki ketentuan² yg harus diperhatikan oleh siapa saja yg hendak berdzikir.

Sayyid Abu Bakr dalam kitab Kifayatul Atqiya menjelaskan bahwa salah satu adab berdzikir adalah tidak minum baik di tengah maupun setelah selesai berdzikir,

وَيَنْبَغِيْ أَنْ لَا يَشْرَبَ الْمَاءَ عَقِبَهُ أَوْ أَثْنَائَهُ لِأَنَّ لِلذِّكْرِ حَرَارَةً تَجْلِبُ الْأَنْوَارَ وَالتَّجَلِيَّاتِ وَالْوَارِدَاتِ وَشُرْبُ الْمَاءِ يُطْفِئُ تِلْكَ الْحَرَارَةَ

“Sebaiknya (orang yg berdzikir) tidak minum setelah atau di tengah² berdzikir. Karena sesungguhnya dzikir memiliki panas yg dapat menarik cahaya, manifestasi (kekuasaan) Allah, (petunjuk) yg datang saat itu. Minum air dapat memadamkan panas itu.” (Sayyid Abu Bakr, Kifayatul Atqiya, Indonesia: Darul Ihya, hal. 107).

Panasnya dzikir dapat melelehkan kotoran² yg menempel pada dinding² hati, sebagaimana api melelehkan karat yg menempel pada besi. Cara seperti ini juga pernah diajarkan dan dipraktekkan langsung oleh salah seorang mursyid Thariqah Tijaniyah di Brebes, KH. Sofwan Tarsyudi. Setiap hari Jum’at sore, tepatnya setelah shalat Ashar Beliau dan jama’ah melakukan dzikir bersama yg dikenal dengan hailalah. Walaupun pelaksanaannya dari ashar hingga maghrib, tapi Beliau melarang kepada jama’ah untuk minum, hingga beberapa saat setelah selesai dzikir. Barangkali inilah salah satu contoh implementasi dari penjelasan Sayyid Abu Bakr tersebut.

Bacaan² dzikir yg dibaca dalam ukuran waktu dan hitungan² tertentu diyakini dapat membakar segala kotoran yg menempel pada hati, yaitu hawa nafsu yg selalu mengajak kepada kesesatan. Oleh karenanya ketika hati sedang mengalami panasnya dzikir sebaiknya tidak di dinginkan dengan air. Lebih lanjut Sayyid Abu Bakr menjelaskan adab² lain dalam berdzikir, di antaranya; dzikir hendaknya dilakukan dalam keadaan suci, menghadap kiblat, menetralkan hati dari urusan duniawi, menumbuhkan kecintaan kepada Allah, dan memejamkan mata, karena hal ini mempercepat dalam memperoleh cahaya hati. Beliau menambahkan sebaiknya dzikir dilakukan minimal satu jam lamanya, karena yg demikian ini adalah sebaik-baik cara dalam berdzikir.

Hati adalah tempat berpadunya kebaikan dan kejahatan. Oleh karenanya sang pemilik hati harus menyadari kondisi hatinya di setiap waktu. Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi dalam kitab Maraqi al-‘Ubudiyah menjelaskan,

(إِعْلَمْ أن الصفاتِ المذمومةِ في القلب كثيرةٌ) لأن الإنسان إجتمع عليه أربعة أنواع من الأوصاف وهي السبعية والبهمية والشيطانية والربانية وكل ذالك مجموع في القلب

“Ketahuilah sesungguhnya dalam hati terdapat banyak sifat tercela. Karena dalam diri manusia terdapat 4 macam sifat, yaitu sabu’iyyah (binatang buas), bahimiyyah (binatang jinak), syaithaniyyah, dan uluhiyyah. Kesemuanya itu terkumpul di dalam hati.” (Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi, Maraqi al-‘Ubudiyah, Semarang: Toha Putra, hal, 76).

Keempat sifat manusia berdasarkan penjelasan Syaikh Nawawi dapat dijabarkan sebagai berikut: Pertama, sabu’iyyah (binatang buas). Jika manusia dikuasai oleh sifat tersebut, maka bisa jadi dengan mudahnya ia mencelakai, membunuh dan mengorbankan orang lain demi kepentingannya sendiri.

Kedua, bahimiyyah (kebinatangan/jinak). Manusia yg dikuasai oleh nafsu ini akan cenderung rakus, tamak, dan tidak puas diri. Sifat ini memungkinkan mendorong kepada kejahatan, seperti mencuri, korupsi, menipu, dan sejenisnya.

Ketiga, syaithaniyyah (sifat setan). Setan merupakan makhluk Allah yg kebiasaannya menggoda dan menyesatkan umat manusia. Jika manusia memiliki sifat ini, tentu perbuatannya tidak jauh seperti setan, suka menggoda, dan menyesatkan orang lain.

Keempat, uluhiyyah (sifat ketuhanan). Sifat ketuhanan yg dimaksud adalah otoritas Tuhan yg tidak boleh ditiru oleh makhluk-Nya, seperti sombong, memaksa, berkuasa, dan sebagainya. Dalam hal ini Amin Syukur, dalam bukunya Terapi Hati (2012: 27) membagi dua sifat, yaitu sifat jalaliyyah dan sifat jamaliyyah. Sifat jalaliyyah atau sifat keagungan dan keperkasaannya inilah yg tidak boleh ditiru oleh siapa pun. Adapun sifat yg boleh ditiru adalah sifat jamaliyyah (kelembutan)-Nya, seperti penyayang, pengasih, dermawan, pengampun dan sebagainya. *

Stay inside the oasis.

Tetaplah berada di dalam oase.

Kedudukanmu di Sisi Allah Tampak pada Posisimu Difungsikan sebagai Apa

Sungai di Surga (Al-Kautsar)

Syaikh Fariduddin Attar: Penyair Sufi Yang Melegenda

Islam, Iman dan Ihsan

Beradab Agar Berilmu

Adab Murid Pada Guru Mursyid

Syaikh Ahmad At-Tijani: Pendiri Tarekat Tijaniyah

Filsafat Seruling dalam 3 Pertanyaan Retorik

Tugas Menaklukkan Gunung Galunggung dari YM Ayahanda Guru

Engkau Akan Bersama dengan Orang yang Kau Cintai

Definisi Mursyid

Renungan bagi Murid

Kisah Mawlana Rumi Membeli Khamr

Memperbaiki Diri Melalui Mursyid Sejati Thariqah

Tarekat Qadiriyah di Indonesia

Khauf – Takut Kepada Allah

Ajaran dan Dzikir Tarekat Tijaniyah

Tarekat Sanusiyah: Gerakan Spiritual Kebangkitan Libya

Anjuran untuk Tidak Langsung Minum Air Setelah Dzikir