Menjadi Ahli Taat Beribadah: Makna Ridha Allah dalam Ketaatan menurut Sayyidi Syaikh Ibnu Atha’illah As-Sakandari

Facebook
WhatsApp
Copy Title and Content
Content has been copied.
4 min read

“Cukuplah menjadi balasan Allah atas ketaatanmu jika Allah ridho menjadikan engkau ahli taat beribadah.”Sayyidi Syaikh Ibnu Atha’illah As-Sakandari (qs.)

Pendahuluan

Dalam perjalanan spiritual seorang mukmin, keridhaan Allah (ridha) merupakan tujuan tertinggi dan juga balasan paling mulia atas seluruh amalan ketaatan yang dilakukan. Ungkapan Sayyidi Syaikh Ibnu Atha’illah As-Sakandari, seorang ulama besar sufi, mengandung makna yang sangat dalam: tidak perlu mencari balasan duniawi atau kenikmatan lain, karena apabila Allah meridhoi seseorang dan menjadikannya ahli taat beribadah, maka itulah ganjaran yang paling sempurna dan cukup baginya.

Dalam tulisan ini, kita akan mengupas makna kalimat tersebut secara mendalam, memahami konsep keridhaan Allah dalam konteks ketaatan, dan bagaimana menjadikan keridhaan tersebut sebagai tujuan spiritual utama dalam kehidupan beribadah. Semoga dengan merenungi makna tersebut, kita bisa menempatkan ibadah tidak sekadar rutinitas atau kewajiban, tapi sebagai pertemuan hakiki antara hamba dan Pencipta, serta menjadi titik balik dalam perjalanan menuju kesempurnaan spiritual.

Biografi Singkat Sayyidi Syaikh Ibnu Atha’illah As-Sakandari

Sebelum mendalami ungkapan beliau, penting untuk memahami latar belakang sosoknya. Sayyidi Syaikh Ibnu Atha’illah As-Sakandari (1259-1309 M) adalah seorang ulama, sufi, dan ahli tasawuf dari Mesir yang namanya sangat terkenal terutama melalui karya monumental beliau yang berjudul Al-Hikam (kata-kata hikmah). Karya tersebut berisi nasihat-nasihat spiritual yang sampai kini menjadi rujukan utama bagi para pejalan spiritual dan juga umat Islam pada umumnya.

Ibnu Atha’illah mengajarkan bahwa perjalanan kepada Allah itu tidak cukup hanya dengan mengikuti syariat lahiriyah, namun juga harus dibarengi dengan penguatan hati dan perbaikan batin. Beliau sangat menekankan pentingnya ketundukan hati dan pencarian ridha Allah sebagai inti dari ibadah sejati.

Makna “Cukuplah menjadi balasan Allah atas ketaatanmu…”

Frasa ini menyiratkan bahwa balasan terindah yang bisa kita dapatkan dari segala amal ketaatan adalah apabila Allah ridha kepada kita. Dengan kata lain, ketika Allah memberi keridhaan-Nya, maka kita tidak memerlukan balasan lain karena sesungguhnya ketenangan hati dan kedekatan dengan Allah itulah hadiah terbesar.

Mengapa keridhaan Allah menjadi balasan yang paling cukup?

  • Nilai spiritual yang tak ternilai: Barang siapa mendapatkan keridhaan Allah, ia telah memperoleh segala yang terbaik di dunia dan akhirat.
  • Menjadi ahli taat beribadah: Ridha Allah menandakan bahwa ketaatan kita benar-benar diterima dan sesuai dengan hakikat ibadah.
  • Ketenteraman jiwa: Ketaatan yang diridhoi mendatangkan kedamaian dan kebahagiaan batin yang tidak bisa diukur oleh materi duniawi.

Dalam dimensi ini, “cukup” bukan sekadar ukuran jumlah atau kuantitas, tetapi kualitas yang menyentuh hingga ke esensi-jiwa seorang mukmin.

Menjadi Ahli Taat Beribadah: Hakikat dan Tantangannya

Menjadi “ahli taat beribadah” artinya seseorang memiliki kedalaman dan kekokohan dalam menjalankan ibadah dengan sikap dan niat yang benar, penuh kesadaran dan ketulusan. Hal ini bukan perkara mudah dan membutuhkan perjalanan panjang yang disertai dengan ilmu, kesabaran, dan bimbingan spiritual.

Hakikat Ahli Taat Beribadah

Ada beberapa aspek yang menggambarkan hakikat ahli taat beribadah:

  • Konsistensi: Melaksanakan ibadah secara rutin tanpa putus meskipun keadaan sulit atau godaan datang.
  • Niat yang ikhlas: Beribadah semata-mata untuk Allah tanpa mengharapkan pujian atau imbalan dari manusia.
  • Penyerahan diri penuh: Mengikuti perintah Allah dengan sepenuh hati dan menerima ketentuan-Nya dengan lapang dada.
  • Tawadhu dan khusyuk: Rendah hati dan penuh kekhusyukan saat beribadah, menghilangkan segala bentuk kesombongan atau rasa riya.

Tantangan dalam Menjadi Ahli Taat

Perjalanan menjadi ahli taat beribadah tidak terlepas dari berbagai ujian dan godaan, antara lain:

  1. Rintangan duniawi: Kelelahan, kemalasan, maupun kesibukan dunia yang dapat menjadi penghalang untuk beribadah dengan sungguh-sungguh.
  2. Godaan nafsu : Rasa malas, keinginan ikut-ikutan yang menyimpang dari jalan ketaatan.
  3. Murdhaniyah / keikhlasan yang mudah goyah: Sulitnya menjaga niat tetap murni hanya untuk Allah tanpa campur tangan kepentingan lain.
  4. Syubhat dan keraguan: Munculnya pertanyaan-pertanyaan terkait tentang benar tidaknya ketaatan dan apakah sudah diterima oleh Allah.

Namun, seluruh tantangan ini dapat diatasi dengan ilmu, doa, dan bimbingan serta pengalaman spiritual, sebagaimana diajarkan para wali dan sufi terdahulu.

Keridhaan Allah sebagai Tujuan Tertinggi Ibadah

Dalam tasawuf, keridhaan Allah adalah maqam tertinggi yang harus dicapai oleh hamba-Nya. Semua ibadah, baik yang bersifat lahir maupun batin, diarahkan untuk meraih ridha Allah. Hal ini berbeda dengan melakukan ibadah semata-mata untuk tujuan duniawi seperti pujian manusia, keuntungan materi, atau penghindaran dosa.

Pengertian Ridha Allah

Ridha Allah dapat diartikan sebagai perasaan suka dan kerelaan Allah terhadap hamba-Nya dalam bentuk sikap dan amal yang sesuai dengan syariat dan maqam hakiki. Ridha ini merupakan buah dari ikhlas, ketaatan, dan kesungguhan dalam menjalankan perintah Allah.

Faktor yang Mewujudkan Ridha Allah

  • Ketaatan tanpa syarat: Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah dengan sepenuh hati.
  • Ikhlas dalam niat dan amal: Menghilangkan motivasi selain mengharap ridha Allah.
  • Mengikuti sunnah Rasulullah SAW: Karena ridha Allah berkaitan erat dengan mengikuti jejak nabi-Nya.
  • Memaafkan dan berbuat baik kepada sesama: Perbuatan sosial yang baik juga termasuk dalam faktor memperoleh ridha Allah.

Manfaat dan Keutamaan Ridha Allah dalam Hidup Seorang Mukmin

Keridhaan Allah memberikan dampak luar biasa bagi kesejahteraan seorang mukmin, yaitu:

  1. Mendapatkan ketenangan hati: Hamba merasa damai dan tenteram karena ia tahu Allah mencintai dan menyukainya.
  2. Memperkuat keimanan: Ridha Allah menjadi motivasi kuat untuk terus meningkatkan diri dalam beribadah.
  3. Menjadi sebab amalan diterima: Apapun ibadah yang dilakukan dengan niat ikhlas dan ketaatan, insya Allah diridhoi dan diterima.
  4. Mendatangkan keberkahan: Baik hidup duniawi maupun akhirat akan diberkahi dan dimudahkan oleh Allah.

Implementasi Ungkapan Ibnu Atha’illah dalam Kehidupan Sehari-hari

Untuk mewujudkan makna kalimat tersebut dalam kehidupan, seorang Muslim bisa mengambil beberapa langkah praktis:

1. Memperbaiki Niat

Keikhlasan adalah fondasi utama agar Allah ridho terhadap ibadah kita. Setiap perbuatan baik seyogianya dimulai dengan niat yang lurus, yaitu hanya semata-mata untuk mengharap ridha Allah.

2. Konsisten Beribadah

Menjaga konsistensi ibadah seperti shalat, puasa, dan amalan sunnah lainnya meskipun dalam kondisi sulit. Konsistensi menunjukkan kesungguhan dan kedalaman ketaatan yang menjadi sebab ridha Allah.

3. Memohon Ridha Allah dalam Doa

Setiap doa dan permohonan hendaknya dipanjatkan sekaligus memohon agar Allah meridhoi usaha kita sehingga menjadi ahli taat sejati.

4. Meningkatkan Pengetahuan Agama

Memahami hakekat ibadah, ajaran Islam, dan hakekat ridha Allah sehingga implementasinya tidak sekadar formalitas, tapi benar-benar bermakna dan menyentuh hati.

5. Mengikuti Jejak Para Nabi dan Wali

Belajar dari kisah dan teladan para sahabat, nabi, dan wali Allah yang telah mencapai maqam ridha Allah dan ahli taat beribadah.

6. Refleksi dan Muhasabah Diri

Sering-sering melakukan evaluasi spiritual tentang kualitas ibadah dan niat agar bisa terus diperbaiki dan dipererat hubungan dengan Allah.

Kesimpulan

Mengutip kalimat Sayyidi Syaikh Ibnu Atha’illah As-Sakandari: “Cukuplah menjadi balasan Allah atas ketaatanmu jika Allah ridho menjadikan engkau ahli taat beribadah,” adalah pengingat indah bahwa target utama dalam ibadah bukan sekadar rutinitas ritual atau balasan materi, melainkan keridhaan Allah yang sejati dan hakiki.

Keridhaan Allah merupakan anugerah paling berharga yang mampu mengatasi segala kelelahan, kekecewaan, maupun kesulitan dalam beribadah. Ridha ini menjadi tanda bahwa seorang hamba telah mencapai maqam sebagai ahli taat yang benar-benar menjalankan seluruh perintah Allah dengan ikhlas dan penuh kesungguhan.

Oleh sebab itu, marilah bersama-sama memperbaiki ibadah kita, memperkuat niat dan kesungguhan agar dapat meraih ridha Allah yang menjadi balasan paling cukup dan membahagiakan hati. Sebab tanpa ridha-Nya, segala keindahan ibadah bisa kehilangan makna sejatinya.

Stay inside the oasis.

Tetaplah berada di dalam oase.

Tentang Futuwwah

Hanya dengan Mengingat Allah

Qadarullah wa Ma Sya-a Fa’al

Sejarah Tarekat Naqsyabandiyah

Definisi Mursyid

Kedudukanmu di Sisi Allah Tampak pada Posisimu Difungsikan sebagai Apa

Qadha dan Qadar

Tiga Kategori Dzikir & 4 Pembagian Dzikir

Sufisme

Ngobrolin Gusti Allah

Memperbaiki Diri Melalui Mursyid Sejati Thariqah

Hidup Ini Terlalu Singkat

Al-Ghayyur: Allah Maha Pencemburu

Cara Wushul Tercepat

Tentang Khalifah Guru Kita

Syaikh Samman: Pendiri Tarekat Sammaniyah

Hadits: Doa Meminta Kenikmatan Memandang Wajah Allah

Puisi Yunus Emre

Menjadi Ahli Taat Beribadah: Makna Ridha Allah dalam Ketaatan menurut Sayyidi Syaikh Ibnu Atha’illah As-Sakandari