BATU BATA BERUBAH MENJADI EMAS
(Karomah YM. Ayahanda Guru yang
jarang kita dengar)
Andaikan Ayah Guru mau mengejar kekayaan berupa harta dunia, pangkat dan kedudukan, maka itu pasti akan semudah membalik telapak tangan. Hal ini terkait dengan sebuah pengalaman pribadi saya selaku muridnya dan sekaligus khadam beliau pada waktu itu. Di suatu hari sekitar tahun 1964, lupa tanggal dan bulannya, datanglah tiga orang dengan mengenakan jubah dan serban yang sangat rapi, mungkin sebagai sebuah penghargaan bahwa belaiu-beliau itu akan menghadap seorang tokoh yang sangat terkenal dan dikagumi oleh banyak orang pada waktu itu. Dan dialah Ayahanda Guru. Mereka mengatakan bahwa mereka berasal dari Tebing Tinggi sekitar 81 kilometer dari Medan arah menuju ke Pematang Siantar.
Maksud kedatangan meraka adalah ingin meminta bantuan keuangan kepada Ayahanda Guru, karena mereka mendengar bahkan menyaksikan sendiri bahwa Ayahanda Guru orang kaya dan memiliki banyak harta, mereka melihat kekayaan Ayahanda Guru melimpah ruah. Ada lembu, kambing yang jumlahnya cukup banyak, kemudian ada kendaraan roda dua dan mobil yang terparkir di halaman lebih dari lima unit, menunjukkan dimata mereka bahwa Ayahanda Guru adalah orang kaya pada waktu itu.
Ketika berdialog dengan Ayahanda Guru, mereka pun menyampaikan kekagumannya atas kekayaan yang dimiliki oleh Ayahanda Guru, dan beliau dengan sangat santai menjawab pada mereka bahwa semua yang tampak itu bukan saya yang punya. Semua itu adalah titipan dan sedekah dari murid-murid saya, tidak satu sen pun saya pergunakan untuk kepentingan dan keperluan pribadi saya. Kalaupun ada itupun hanya dipergunakan untuk para ahli suluk, Surau-surau guru saya dan para pakir miskin yang ada di panti-panti asuhan dan rumah jompo. Yang saya makan anak beranak selama ini tak lain dan tak bukan adalah uang pensiun dan gaji saya dari universitas, karena disitu saya adalah rektor dan sekaligus sebagai dosennya.
Setelah memberi penjelasan seperti itu kepada mereka, Ayahanda Guru akhirnya menyuruh saya untuk mengambil pecahan batu yang ada di pekarangan rumah, tetapi batu yang saya ambil ternyata sebuah pecahan batu bata yang besarnya kira-kira dua bungkus rokok, kemudian beliau menyuruh saya untuk meletakkannya di atas meja di depan mereka. Dan Ayahanda Guru menutup pecahan batu bata tersebut dengan peci beliau yang berwarna putih, sambil bercerita tentang kebesaran Allah dan Rasulnya.
Tidak lama kira-kira sepuluh menit kemudian peci tersebut diangkat oleh Ayahanda Guru dan seketika batu bata tersebut berubah menjadi emas, saya dan ketiga orang tamu tersebut kaget melihat kejadian itu. Kata Ayahanda Guru “Kalau saya ingin menjadi orang kaya raya maka itu sangatlah mudah”.
Untuk meyakinkan mereka apakah batu bata tersebut benar-benar emas atau bukan, maka Ayahanda Guru kemudian menyuruh ketiga orang tamu tersebut bersama saya untuk membawanya ke tukang emas. Dengan perasaan gundah dan takjub saya pergi ke beberapa tukang/pedagang emas termasuk bertemu dengan saudara dari salah satu tamu tersebut yang juga pedagang emas. Setelah diuji dengan alat yang biasa digunakan, mereka semuanya mengatakan bahwa benda tersebut adalah emas murni 24 karat tanpa campuran apapun. Bahkan para pedagang tersebut sangat berminat untuk membelinya.
Memang benar Ayahanda Guru tidak menyuruh untuk menjual benda ajaib tersebut. Dan ketika tamu tersebut ingin kembali menjumpai Ayahanda Guru, untuk pamit pulang ke Tebing Tinggi mereka tampaknya begitu sungkan dan malu pada Ayahanda Guru. Akirnya merekapun meminta maaf atas kelancangan atau prasangka bahwa Ayahanda Guru telah memanfaatkan sedekah dan persembahan dari murid-muridnya. Kemudian saya disuruh untuk meletakkan benda ajaib tersebut ke atas meja lagi, tempat semula dan Ayahanda Guru menutupnya kembali dengan peci putih miliknya. Setelah peci dibuka kembali, maka benda tersebut berubah kembali menjadi batu bata sebagaimana bentuk asalnya. Akhirnya para tamu tersebut pamit untuk kembali ke Tebing Tinggi dangan diberi oleh-oleh berupa sekantong pelastik besar jambu air yang tumbuh subur di depan ruangan tamu.
Dengan menyaksikan mukjizat tersebut semakin bertambah tau lah saya, siapa sebenarnya Ayahanda Guru. Ternyata beliau benar-benar seorang kekasih Allah dan telah diberikan karomah yang luar biasa. Dan benar bahwa, Allah Ta’ala berfirman,
فَبِي يَسْمَعُ وَبِي يُبْصِرُ وَبِي يَبْطِشُ وَبِي يَمْشِي
“Dengan-Ku dia mendengar, dengan-Ku dia melihat, dengan-Ku dia memukul, dengan-Ku dia berjalan.”
Maksudnya adalah bahwa Dia (Allah) memberinya taufiq dalam seluruh amal dan ucapannya, pendengaran dan penglihatannya. Bahwa Allah akan mengabulkan doanya, jika dia meminta, Allah akan memberikan permintaannya. Jika dia meminta tolong kepada-Nya, Allah akan menolongnya, jika dia minta perlindungan kepada-Nya, maka Dia akan melindunginya.
Subhanallah Walhamdulillah. Laa hau lawala quwwata illa billahil aliyul aziim.
Sumber :
Abgd. Mayor TNI (Purn)Drs. H. Thamizie Ilyas (Sebagai pelaku dalam cerita tersebut yang juga seorang khadam Ayahanda Guru tahun 60-an)
Pada waktu Abgda Tarmizie berdialog dengan saya, almarhum sempat mengatakan pada saya, sayang sekali bang … saya benar² lupa simpan batu bata yang dulu pernah jadi emas 24 karat itu, karena waktu itu saya langsung buang begitu saja di halaman.