Puisi oleh Yunus Emre
: : : : : : :
Cinta adalah mazhab dan agamaku.
Saat mataku melihat wajah Sang Sahabat,
semua derita menjadi riang.
Ini, Rajaku,
kupersembahkan diriku pada-Mu.
Sejak awal hingga akhirnya
harta kekayaanku hanya diri-Mu.
Awal akal dan jiwa ini,
ketika jarak bermula
adalah bersama-Mu.
Engkaulah ujungnya, dan segala di antaranya
Aku cuma bisa bergerak ke arah-Mu.
Jalanku adalah dari-Mu, menuju-Mu.
Lidahku bicara tentang-Mu, dalam diri-Mu.
Walau begitu, tanganku tak bisa menyentuh-Mu.
Kenyataan ini mempesonakan daku.
Tak bisa lagi kusebut diriku “aku”.
Tak bisa lagi kusebut siapa pun “engkau”.
Tak bisa kubilang “ini hamba” dan “itu raja”.
Itu takkan masuk akal.
Sejak kudapatkan cinta dari Sang Sahabat
alam ini dan alam berikutnya menyatu.
Kalau kau bertanya tentang awal yang tak berpangkal
dan akhir yang tak berujung,
itu cuma siang dan malam bagiku.
Tak bisa lagi aku berduka
atau hatiku bermuram durja,
karena suara kebenaran telah terdengar,
dan kini aku selalu dalam pesta pernikahanku.
Jangan biarkan aku mengembara dari cinta-Mu,
jangan biarkan aku meninggalkan pintu-Mu,
dan jika aku kehilangan diriku,
biarlah kutemukan dia sedang bersama-Mu.
Sang Sahabat menyuruhku kemari :
Pergi dan lihatlah dunia, katanya.
Aku telah datang dan menyaksikan
alangkah indah ia ditata.
Tapi yang mencintai-Mu tak berhenti disini.
Dia katakan pada para hamba-Nya,
Esok kan Kuberi kalian surga.
Esok yang itu adalah hari-ini ku.
Siapa lagi yang mengerti kebenaran derita ini?
Dan andai pun terpahami,
itu takkan terkatakan.
Maka kuhadapkan wajahku pada-Mu.
Engkaulah kehidupan dan alam semesta,[1]
harta yang dirahasiakan.
Segala raih dan lepas adalah dari-Mu.
Tindakanku tak lagi jadi milikku.
Yunus menghadapkan wajahnya pada-Mu
melupakan dirinya.
Dia sebut setiap kata bagi-Mu.
Engkaulah yang menjadikannya bicara.
—
by Yunus Emre (1238-1321)
Diterjemahkan oleh Herry Mardian, dari “The Drop That Became The Sea”, Kabir Helminski (trans.)
: : : : : : :
Sumber: https://suluk.wordpress.com/
Catatan admin:
[1] Multi-tafsir: Kehidupan adalah kias untuk ruh atau yang Al-Bathin; Sedangkan alam semesta (segala selain-Nya) adalah kias bagi hal-hal yang nampak atau kias bagi Nama-Nya jua, yakni Ad-Zahir. Yang jelas di sini adalah bahwa Mawlana Yunus Emre tidak berpaham Wujudiyyah (menganggap wujud alam adalah wujud Tuhan) maupun Pantheisme (menganggap segala sesuatu adalah Tuhan), melainkan Monoteisme yang murni atau Tauhid (yang wujud secara hakiki (wajibul wujud) hanyalah Allah). Wallahu a’lam.