Menghayati Tauhid dalam Surah An-Nahl Ayat 78-79: Refleksi Cinta kepada Nabi ﷺ dan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Facebook
WhatsApp
Copy Title and Content
Content has been copied.
4 min read

Pengeluaran Manusia dari Rahim Ibu: Sebuah Tanda Kebesaran Allah

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita akan hakikat kelahiran manusia yang lahir dalam keadaan tabula rasa—tanpa pengetahuan sama sekali, sebuah keadaan spiritual dan ilmiah yang melekat pada semua manusia. Dari sudut pandang Tauhid dan cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ serta Allah Subhanahu wa Ta’ala, ayat ini mengandung pesan mendalam bahwa segala kemampuan dan potensi manusia adalah anugerah langsung dari Allah semata, sebagai Rahman dan Rahim yang tak terhingga kasih sayangnya.

Imam Al-Ghazali dalam karya monumental beliau, Ihya Ulumuddin, menekankan pentingnya menyadari bahwa lahirnya insan ke dunia tanpa pengetahuan sejatinya adalah ajakan dari Allah agar manusia mengisi kekosongan itu dengan ilmu, iman, dan amal shaleh. Allah memberikan tiga anugerah utama: pendengaran, penglihatan, dan hati nurani (qalb).

  • Pendengaran: Pintu utama untuk menangkap wahyu Ilahi, nasihat Rasulullah ﷺ, dan ilmu dari para ulama sebagai bentuk cahaya yang membimbing jiwa manusia.
  • Penglihatan: Sarana yang memungkinkan manusia melihat kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ciptaan-Nya, hingga dapat menumbuhkan rasa cinta dan kagum kepada Sang Pencipta dan Rasul-Nya ﷺ.
  • Hati Nurani: Pusat akal dan perasaan yang membedakan antara benar dan salah; merupakan cahaya hati yang Rasulullah ﷺ sabdakan sebagai kunci memahami tauhid dan syariat dengan benar.

Penggunaan alat-alat indera dan hati nurani ini bukan sekadar untuk kepentingan dunia semata, melainkan amanah berat dari Allah agar kita meniti jalan cinta yang melekat pada tauhid, yakni mencintai dan mengesakan Allah serta menghidupkan sunnah Rasulullah ﷺ sebagai manifestasi kecintaan kepada Allah.

Burung Terbang di Angkasa: Simbol Kebesaran dan Kekuasaan Allah

“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dapat terbang di angkasa dengan mudah? Tidak ada yang menahannya selain Allah. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nahl: 79)

Ayat ini mengundang kita untuk melakukan tadabbur mendalam pada salah satu ciptaan Allah yang sering terlihat namun jarang kita renungi: burung-burung yang terbang bebas di langit. Imam Ibnu ‘Arabi, dalam tradisi sufi, mengajak kita melihat segala makhluk sebagai “ayat”—tanda-tanda nyata dari manifestasi cinta dan kuasa Allah. Burung yang mengudara tanpa diikat, bergerak anggun menembus udara, menegaskan suatu keteraturan dan keselarasan ciptaan yang tak tersentuh selain oleh kehendak dan kuasa Allah.

Dari perspektif ilmu lahir, burung menggunakan anatomi yang sempurna, seperti sayap ringan dan otot yang terkoordinasi, untuk terbang melewati berbagai dinamika angin dan udara. Namun dari perspektif ruhani, fenomena ini adalah cermin kekuasaan Allah yang mengatur segala sesuatu, memperlihatkan bahwa di balik kemudahan dan keindahan tersebut tersembunyi keteraturan yang Maha Kuasa yang memungkinkan fenomena ini terjadi.

Ini mengingatkan kita akan hadits Nabi ﷺ, “Sesungguhnya Allah indah dan mencintai keindahan,” sehingga ciptaan-Nya yang diterbangkan dengan anggun adalah simbol rahmat dan cinta-Nya kepada makhluk. Rasa syukur dan kagum terhadap ciptaan-Nya akan membuka pintu-pintu keberkahan dan pemahaman tauhid yang haqiqi.

Menuju Kesadaran Tauhid dalam Menghayati Ciptaan Allah

Tauhid —baik dalam aspek keesaan Allah (Uluhiyyah) maupun keesaan dalam sifat dan zat-Nya (Rububiyyah)—adalah basis spiritual utama yang kita temukan melalui kedua ayat ini. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ terasa semakin dalam ketika kita mampu melihat dan merasakan realitas bahwa segala sesuatu dalam hidup dan alam semesta adalah manifestasi dari ketauhidan-Nya.

Menurut Imam Asy-Sya’rani, seorang sufi besar Mesir, pemahaman dan penghayatan tauhid bukan hanya sekedar menyatakan kalimat, melainkan menghantarkan jiwa pada pengalaman cinta langsung kepada Allah dan Rasul ﷺ yang dimanifestasikan melalui hubungan antara makhluk dengan Pencipta, termasuk melalui ciptaan-ciptaan-Nya seperti burung terbang bebas di langit. Perenungan seperti ini akan menguatkan ikatan spiritual dan menumbuhkan rasa syukur yang berkelanjutan.

Pembelajaran Tauhid dari Surah An-Nahl Ayat 78-79

  • Sifat Ketergantungan Manusia pada Allah: Seperti kita lahir dalam keadaan tidak mengetahui, kita harus sadar bahwa kita selalu membutuhkan petunjuk dan rahmat Allah dalam setiap langkah kehidupan. Ini menuntun kita pada ikhlas dan tawakkal mutlak hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  • Indra dan Hati Nurani sebagai Anugerah Ilahi: Sebagaimana Rasulullah ﷺ adalah wasilah utama kita mengenal tauhid secara hakiki, maka pendengaran dan penglihatan kita juga harus dibuka lebar untuk menangkap wahyu, petunjuk, dan ilmu dari Rasulullah ﷺ dan para ulama yang mengikuti jejak beliau secara benar.
  • Tanda-tanda Kebesaran dalam Ciptaan: Merenungi ciptaan seperti burung terbang mengingatkan kita bahwa segala sesuatu tunduk kepada Allah semata. Implikasi tauhid rububiyyah menumbuhkan keyakinan kokoh bahwa hanya Allah yang memegang segala urusan dan kita harus bergantung sepenuhnya hanya pada-Nya.
  • Pentingnya Syukur: Dengan segala nikmat indra dan ciptaan Allah, kita dipanggil untuk bersyukur secara nyata dalam ibadah, akhlak mulia, dan cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ, yang membawa kita menuju ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Implementasi Pesan Tauhid dalam Kehidupan Sehari-hari

Berdasar ajaran Imam Naqsyabandi dalam tasawuf, penghayatan cinta kepada Allah dan Rasul ﷺ mewujud dalam praktik hidup yang penuh perhatian (muraqabah), dimana setiap detik kita sadar bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengawasi. Berikut langkah kecil yang dapat kita amalkan:

  1. Perkuat Hubungan Spiritual melalui Dzikir dan Shalawat: Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah bentuk cinta dan penghormatan langsung yang melahirkan keberkahan dalam hidup dan membersihkan hati.
  2. Muhasabah Diri atas Nikmat dan Ciptaan: Luangkan waktu untuk merenungi nikmat indera dan berbagai makhluk sebagai sarana mengenal Allah lebih dalam, memperkuat tauhid dan rasa syukur.
  3. Mengajarkan Anak untuk Mengamati Alam: Membiasakan anak-anak melihat dan belajar dari burung dan makhluk ciptaan Allah sehingga cinta tauhid tertanam sejak dini.
  4. Gunakan Indra dan Hati Nurani untuk Berbuat Baik: Menolak segala kerusakan moral dan fisik, serta mengedepankan sikap kasih sayang antar sesama dan alam semesta sebagai perwujudan iman kepada Allah dan cinta kepada Rasulullah ﷺ.
  5. Tawakkal dan Sabar: Menyerahkan segala urusan kepada Allah dan sabar dalam menghadapi ujian sebagai bukti keyakinan dan cinta yang nyata kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kesimpulan

Surah An-Nahl ayat 78-79 mengajak kita menyusuri jejak keagungan Allah melalui indra, hati nurani, dan ciptaan-Nya seperti burung yang terbang bebas. Dalam perspektif tauhid dan cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ serta Allah Subhanahu wa Ta’ala, ayat ini menegaskan bahwa seluruh kehidupan adalah manifestasi kasih Ilahi yang harus disyukuri dan dijaga.

Menghayati makna ini membawa kita pada pembaruan iman yang membumi, mempererat tali cinta kepada Sang Nabi ﷺ, dan menempatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai pusat pengabdian dan cinta sejati. Dengan demikian, hidup kita menjadi ladang ibadah dan cinta yang menyambung antara dunia dan akhirat dalam ridha dan rahmat Allah yang tak terhingga.

Stay inside the oasis.

Tetaplah berada di dalam oase.

Rumah Bau Melati

Mengapa Kita Melakukan Dzikir Setiap Minggu?

Kunci Kebahagiaan: Mengenal Tuhan dan Hukum Al-Qur’an

Karamah Wali Allah

Syaikh Ibnu Atha’illah as-Sakandari: Pengarang Al-Hikam

80 Miliseconds: Jarak Tuhan dan Manusia

Kepedulian Terhadap Semua Makhluk

Seorang Murid dan Sayyidina Khidhir

Insan Kamil

Syaikh Abu Hasan as-Syadzili: Sufi Agung Syadziliyah

Pentingnya Adab dalam Beribadah

Surah Yasin: Pengalaman Mistis Imam Ibn ‘Arabi

Syari’ah, Thariqah, Haqiqah dan Ma’rifah

Tasawuf dan Gugurnya Kewajiban Syari’at

Karomah YM. Ayahanda: Batu Bata Berubah Menjadi Emas

Bertarekat Itu Adalah Ciri Orang Mukmin

Adab Murid Pada Guru Mursyid

Belajar Menyadari

Menghayati Tauhid dalam Surah An-Nahl Ayat 78-79: Refleksi Cinta kepada Nabi ﷺ dan Allah Subhanahu wa Ta’ala