Khatir, Waham & Ilmu yang Haqq

Facebook
WhatsApp
Copy Title and Content
Content has been copied.
10 min read

Macam-macam Khawathir (Getaran Hati)

Ada empat macam khatir (bisikan) yg masuk ke dalam hati, yaitu:
1. Khatir Rabbani adalah khatir dari Allah, sifatnya kuat karena dia datang dari Allah Yang Maha Memaksa (al-Qahhar).
2. Khatir Malaki adalah khatir yg diiringi dgn rasa nikmat disertai hembusan dingin. Orang yg dlm hatinya terdapat khatir ini tdk akan merasakan sakit, dan tdk pula berubah. Khatir ini bagaikan penasihat baginya yg menunjukkan pada kebaikan.
3. Khatir Nafsi adalah khatir yg diiringi dgn rasa sakit di hati, dada terasa sesak dan permintaannya bersifat memaksa. Ini disebabkan karena nafsu itu bagaikan anak kecil yg meminta dgn memaksa dan permintaannya tdk bisa diganti dgn yg lain.
4. Khatir Syaithani, adalah khatir yg diiringi dgn rasa sakit. Jika kita memalingkannya pada yg lain, maka dia pun akan berpindah. Akan tetapi, sebagaimana watak setan, khatir ini
berpaling hanya utk melakukan tipu daya dan menjerumuskan ke jalan kesesatan dengan cara apapun, (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 550).

 

 

Mengenal Macam-Macam Waham (Delusi)

(Merupakan bagian dari Seri Mengenal Kesehatan Jiwa)

Waham atau delusi adalah keyakinan yg salah yg tidak dapat dikoreksi meskipun telah dibantah dengan bukti² nyata. Kata waham erat kaitannya dengan ranah psikologi klinis dan psikiatrik, terutama dalam kaitannya dengan gangguan penilaian realitas dan kondisi suasana hati yg sangat gembira dan sangat bersemangat.

 

Sejarah Kata Waham

Kata waham berasal dari Bahasa Arab wahmun yg artinya “keyakinan yg bertentangan dengan akal.” Kata wahmun telah disebut-sebut dalam literatur berbahasa Arab sejak abad ke-9 Masehi dalam tulisan sejumlah filsuf (muslim dan non-muslim) pada Peradaban di Kordoba dan Baghdad, terutama dalam kaitannya dengan pembahasan² mengenai filsafat kejiwaan yang berakar pada budaya Yunani Kuno.

Dalam Bahasa Inggris sendiri kata delusion digunakan dalam pengertian yg sama dengan kata waham itu tadi. Kata Latin delusio, telah mulai digunakan sejak sekitar tahun 1400-an pada peradaban Barat di Eropa. Kata delusio itu sendiri berasal dari kata kerjanya deludere yg berarti “membuat tipu muslihat, menipu, mencurangi” (to deceive, to play false, to swindle).

 

Waham dan Beberapa Gangguan Jiwa

Waham banyak dialami oleh orang dengan psikotik, seperti orang dengan gangguan berwaham (delusional disorder) atau orang dengan skizofrenia. Orang dengan bipolar dapat pula memiliki waham, seperti waham kebesaran (lihat di bawah) di kala mengalami mania (suasana perasaan yg tinggi). Orang dengan skizofrenia mengakui bahwa waham lebih sukar untuk dihilangkan daripada halusinasi, namun bukan tidak mungkin gejala ini mereda atau bahkan menghilang seiring berjalannya pengobatan medis yg di iringi dengan dukungan sosial yg tepat.

 

Berbagai Jenis Waham

Gambar mesin “air loom”, dalam buku John Haslam, Illustration of Madness (1810). Menurut Haslam, seorang pasiennya yang bernama James Tilly Matthews yakin bahwa mesin tersebut digunakan untuk menyiksa diri Matthews dan orang² lainnya demi tujuan² politik.

Berikut adalah jenis² yg umum. Hanya saja perlu dicatat di sini bahwa waham yg sangat jarang ditemui, seperti Waham Alice in Wonderland (yaitu waham yg pengalamnya yakin bahwa secara fisik seseorang lebih besar daripada lingkungan sekitarnya) tidak di ikutsertakan.

 

Waham Kejar
(Persecutory Delusion, Delusion of Persecution)

Keyakinan bahwa seseorang di intimidasi, dilecehkan, diteror, dicemooh, dsb oleh seseorang, organisasi, atau suatu kelompok orang.

Delusi yg umum terdapat pada orang dengan skizofrenia paranoid dan kadang² ditemui pada gangguan jiwa lainnya. Orang yg mengalaminya yakin bahwa ia menjadi target, dan bahkan dikejar-kejar untuk dijadikan sasaran pelecehan, kejahatan, teror, dsb oleh sekelompok orang atau “pasukan” yg khusus untuk itu. Orang yg mengalaminya selalu merasa bahwa tempat yg ditinggalinya selalu berada dalam bahaya.

Salah satu contoh manifestasi dari gejala psikotik ini adalah merasa bahwa orang di sekitarnya berniat ingin meracuninya, yg menyebabkan orang yg mengalaminya menjadi tidak mau makan sedikit pun, membuat ia menjadi semakin lemah dari ke hari, dan akhirnya mengharuskannya dirawat dengan pemberian infus agar sari² makanan dapat masuk ke tubuhnya. Orang yg mengalami waham ini akan jadi sangat waspada dengan lingkungan, karena merasa bahwa orang lain sangat berniat untuk melakukan kejahatan terhadap dirinya.

Waham kejar sudah dikenal sejak zaman kuno, dan juga termasuk hal yg di deskripsikan pada naskah Esquirol soal monomania (istilah zaman dahulu untuk “waham kebesaran”). Pengobatan terawal yg menyeluruh terhadap waham kejar mungkin pertama kali diberikan oleh psikiater Jerman, Carl Wilhelm Ideler (1795–1860), pada tahun 1848. Waham ini juga disebut sebagai persecutory delirium oleh psikiater Perancis Ernest Charles Lasègue pada tahun 1852.

 

Waham Kendali
(Delusion of Control)

Keyakinan bahwa pihak luar mengendalikan pikiran, perasaan, dorongan (impuls) dan perilaku seseorang.

Waham kendali adalah keyakinan yg salah yg percaya bahwa orang lain, sekelompok orang, atau kekuatan dari luar diri mengendalikan pikiran, perasaan, impuls, atau perilaku orang yg mengalaminya. Orang tersebut mungkin menggambarkan, misalnya, bahwa makhluk luar angkasa (alien) mengendalikan/membuat tubuhnya bergerak dalam arah² tertentu dan orang yg mengalaminya tak punya kendali atas tubuhnya sendiri ketika hal itu terjadi. Waham siar, waham sisip, dan waham penarikan pikiran adalah contoh² dari waham kendali tersebut.

Dalam literatur psikiatri, ilmuwan yg pertama kali secara gamblang membahas konsep waham kendali adalah Kurt Schneider pada tahun 1959 (dia membahas beberapa waham sejak tahun 1939 hingga sekitar tahun 1964), yg berpendapat bahwa waham kendali termasuk salah satu gejala utama (first rank symptoms) dari gangguan jiwa skizofrenia.

 

Waham Siar
(Thought Broadcasting)

Keyakinan bahwa pikiran orang yg mengalaminya dipancarluaskan sehingga bisa diketahui orang lain.

‘Waham Siar’ adalah jenis waham yg umum dialami oleh orang dengan skizofrenia yg meyakini bahwa pikiran internal dalam otaknya disiarkan kepada orang lain sehingga orang lain tersebut dapat mengetahui pikiran orang tersebut.

‘Waham Sisipan (Pikiran)’ adalah jenis waham berupa keyakinan bahwa pikiran orang lain (atau makhluk lain) disisipkan ke pikiran orang yg mengalaminya.

‘Waham Penarikan Pikiran’ adalah jenis waham berupa keyakinan bahwa pikiran seseorang ditarik/dicabut dari dalam otaknya, sehingga merasa bahwa pikirannya telah terhapuskan (removed).

Ahli skizofrenia, Kurt Schneider, telah menguraikan tentang ‘waham penarikan pikiran’ pada tahun 1939. Pada karyanya kemudian, Contributions to Psychiatry (1964), Schneider menambahkan waham siar dalam penjelasannya. Schneider menggolongkan kedua waham tersebut kepada ‘gejala skizofrenia yang utama’ (first-rank symptoms), maksudnya bahwa waham² tersebut adalah gejala umum terdapat pada skizofrenia dan bukan pada gangguan psikiatrik lainnya.

 

Waham Rujukan atau Waham Referensi
(Delusion Of Reference)

Waham rujukan adalah waham di mana orang yg mengalaminya percaya bahwa dia adalah objek dari perhatian yg istimewa, biasanya dalam makna yg negatif atau yg konten dari perhatiannya itu cenderung menyiksa orang tersebut.

Sebagai contoh, orang yg mengalaminya yakin bahwa mereka adalah yg dibicarakan keburukannya oleh tetangga yg sedang duduk² dan mengobrol di depan rumah mereka. Atau yakin bahwa berita² di TV secara khusus membicarakan keterlibatan mereka dalam berbagai kejadian. Orang dengan gangguan ini dapat juga yakin bahwa peristiwa² yg terjadi di dunia ini merupakan pesan khusus yg ditujukan untuk dirinya. Dan seperti semua waham, tidak ada fakta² yg menentang hal itu yg bisa digunakan untuk menggugurkan keyakinan tersebut.

Gangguan yg lebih ringan dari waham rujukan adalah “ide rujukan” (idea of reference), yaitu keyakinan akan hal² di atas dalam tingkat yg lebih ringan daripada sebuah waham. Dalam ranah psikiatri, yang dinamakan dengan “ide (idea)” adalah istilah bagi keyakinan yg masih dapat dikoreksi, yang berbeda dengan “waham (delusion)” yg merupakan keyakinan palsu yg tak dapat dikoreksi (fixed false belief).

 

Waham Kebesaran
(Grandiose Delusion/Delusion of Grandeur/Grandiosity. Sebagian orang awam menyebutnya sebagai Megalomania)

Keyakinan bahwa orang yg mengalaminya punya kemampuan, kekayaan, atau popularitas yg tidak biasa.

Salah satu waham yg biasa dialami oleh orang dengan skizofrenia paranoid atau orang dengan gangguan bipolar pada fase mania (fase di mana perasaan berada “di atas”). Orang dengan waham kebesaran biasanya percaya bahwa ia punya status atau kemampuan istimewa yg membuat ia punya keyakinan bahwa ia berada di atas semua orang, termasuk di antaranya merasa paling kaya, punya kemampuan (kesaktian dsb) yg khusus, atau punya panggilan spiritual secara istimewa. Orang tersebut mungkin juga yakin bahwa mereka adalah orang yg terkenal. Waham kebesaran tidak melumpuhkan daya pikir, serta fungsi sosial dan pekerjaan, kecuali jika orang tersebut mengalami skizofrenia yg akut.

Dalam sejarah psikiatri, definisi yg berdekatan dengan waham kebesaran pertama kali dideskripsikan pada tahun 1810 oleh ilmuwan Perancis, Jean Étienne Dominique Esquirol (1772–1840), sebagai monomania yg dalam literatur modern didefinisikan sebagai “gangguan berwaham (paranoid) tipe kebesaran.”

Istilah dalam Bahasa Inggris grandeur/grandiose (delusion)/grandiosity berasal dari Bahasa Latin grandis yg berarti “besar.” Kata mega- dalam megalomania berasal dari Bahasa Yunani megas yg juga berarti “besar.” Kata mania sendiri adalah istilah di masa lalu yg berarti “terganggu jiwanya.”

 

Waham Cinta
(Erotomania)

Keyakinan bahwa orang yg mengalaminya dicintai oleh orang yg terkenal, dan membuatnya secara menggebu-gebu berupaya mengirimkan segala sesuatu untuk memberi orang terkenal itu tanda cinta.

Sejumlah pengalam erotomania juga melakukan sesuatu (yg terkadang berakhir kelam) karena yakin bahwa hal itu akan mengabadikan tautan antara nama pengalam dengan orang terkenal tersebut dalam sejarah, seperti kasus cinta kepada aktris Jodie Foster yg berakhir dengan upaya pembunuhan presiden Ronald Reagan pada tahun 1981.

Erotomania pada masa sekarang diketahui dialami oleh orang dengan skizofrenia dan gangguan bipolar. Tautan yg agak meragukan juga ditemukan dalam kaitannya dengan depresi klinis.

Kata erotomania muncul pertama kali pada tahun 1640 dalam sebuah buku berbahasa Inggris karya Jacques Ferrand, yg merupakan terjemahan dari versi Perancisnya pada tahun 1623, dengan judul Erotomania or a Cure of Love or Erotique Melancholy.

 

Waham Nihilistik
(Nihilistic Delusion, seringkali disebut juga sebagai Cotard’s Delusion)

Keyakinan bahwa sesuatu hal (atau segala hal, termasuk diri sendiri) tidak ada atau tidak berarti. Waham yg pengalamnya yakin bahwa dirinya itu sangat kecil, miskin, tidak berharga, atau bahkan tidak hidup sama sekali. Orang dengan gangguan berwaham ini seringkali menyatakan bahwa “aku telah mati” atau “aku tidak ada di mana²” bahkan “aku sama sekali tidak ada”

Jules Cotard (1840–89) adalah orang yg pertama kali mengungkapkan gangguan berwaham ini pada tahun 1880 di Paris dalam pertemuan Societé Médico-Psychologique. Cotard menyebutnya sebagai le délire de négation atau delusions of negation (waham pengingkaran). Cotard mempublikasikan temuannya itu pada tahun 1882.

 

Waham Tarik/Sisip
(Thought Withdrawal/Insertion)

Keyakinan bahwa ada penarikan/penyisipan pikiran pada diri seseorang (oleh orang lain dsb). Lihat mengenai Waham Siar di atas.

 

Waham Somatik
(Somatic Delusion)

Keyakinan akan terganggunya kesehatan dan fungsi organ(-organ) tubuh.

Waham somatik adalah waham yg membuat orang yg mengalaminya yakin bahwa sesuatu yg buruk telah terjadi pada tubuh atau bagian dari tubuhnya, misalnya merasa bahwa tubuhnya itu berfungsi tidak normal/berpenyakit, luka, atau telah berubah (tidak seperti biasanya). Waham akan tetap dipertahankan walaupun hasil pemeriksaan medis menunjukkan sebaliknya.

Alistair Munro, seorang pakar psikosis yang mengumpulkan banyak kasus² waham, mengelompokkan waham somatik menjadi tiga jenis:

(1) Waham bahwa tubuhnya diserang oleh serangga/hama/parasit.

(2) Waham yg meyakini bahwa tubuhnya berbentuk buruk/salah atau punya ukuran yg tidak tepat.

(3) Waham bahwa bau tubuhnya buruk dan mengganggu.

Kata Bahasa Inggris somatic berasal dari Bahasa Yunani soma yg artinya “tubuh, raga” (untuk membedakannya dengan “ruh”, “jiwa”, dan “pikiran”).

 

Waham Terinduksi
[Shared Delusion atau dalam Bahasa Perancis folie à trois, folie à quatre, folie en famille (“family madness”), atau folie à plusieurs (“madness of several”)]

Keyakinan yg dialami karena orang lain yg akrab atau yg lebih berkuasa memiliki gangguan psikotik, dan oleh karena itu wahamnya menjadi ikut diyakini oleh orang lainnya, walaupun yg tertular wahamnya itu tidak turut menjadi psikotik.

Waham terinduksi adalah waham (keyakinan palsu) yg terjadi pada dua orang atau lebih yg gejala² dari wahamnya sama. Waham yg ada pada satu orang didukung oleh orang lain yg termasuk dalam lingkaran wahamnya tersebut.

Walaupun kasus ini seringkali hanya terjadi pada dua orang, namun dari riwayat kasus yg tercatat menunjukkan bahwa hal tersebut bisa terjadi hingga 12 orang. Pada buku panduan para psikiater di Amerika (DSM IV-TR) menyatakan bahwa diagnosa gangguan ini diberikan kepada orang yg sebelumnya tidak psikotik, namun kemudian terpengaruh karena relasi karibnya dengan orang yg sebelumnya sudah mengalami gejala psikotik [psikotik = gangguan penilaian realitas]. Banyak dari catatan kasus bahwa orang yg mempengaruhi seringkali punya kecerdasan atau derajat sosial yg lebih tinggi dibandingkan orang yg dipengaruhinya.

Lasègue and Falret yg pertama kali meneliti mengenai gangguan ini pada tahun 1877 (yg dipublikasikan dalam satu tulisan yg terkenal, dalam Bahasa Perancis, baru diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris pada tahun 1964) memberikan pendapatnya soal bagaimana awal mula terbentuknya waham ini sebagai berikut: “Dalam waham terinduksi, satu individu adalah elemen yg aktif, lebih cerdas daripada yg lain, dia menciptakan waham dan membagi keyakinannya secara bertahap kepada orang kedua yg lebih pasif; sedikit demi sedikit orang kedua tersebut mulai bertahan dari tekanan kawannya itu, terus-menerus mengoreksi, mengubah, dan menghubung-hubungkan materi dari wahamnya. Waham tersebut setelah itu segera menjadi sebab utama dari pengulangan [perbuatan penularan waham] dengan cara yg sama persis.”

Dalam bahasa aslinya (Perancis) waham terinduksi disebut sebagai folie à deux, dan jika terjadi dalam satu keluarga maka disebut folie à famille. Dalam Bahasa Inggris di sepanjang sejarah psikiatri, gangguan ini disebut dengan nama yg berbeda-beda, termasuk di antaranya contagious insanity (Seguin) dan shared psychotic disorder (DSM IV-TR). Istilah dalam Bahasa Indonesia waham terinduksi berasal dari istilah pada panduan kejiwaan yg dikeluarkan oleh WHO (ICD 10), yaitu induced delusional disorder.

 

Waham, Ilmu yang Haqq, dan Keraguan

Waham (Al-Wahm) adalah sebuah istilah dalam agama yg merujuk pada sebuah bagian atau wilayah dalam alam pemikiran manusia yg terkait dengan pembentukan sebuah keyakinan. Sebagai bandingan, bagian yg terkait dengan fungsi pemahaman dan perenungan disebut Al-Fikr (pikiran), dan yg terkait dengan fungsi ingatan adalah Al-Hifz (memori, ingatan).

Secara sederhana, kita bisa mengatakan bahwa waham adalah sebuah keyakinan yg sudah terbentuk, namun bukan sebuah kebenaran yg mutlak. Secara awam, biasanya kata waham merujuk pada suatu keyakinan yg kokoh, namun salah atau tidak berdasar.

Waham, sesuai fungsinya, adalah bagian dari mekanisme manusia untuk membentuk sebuah keyakinan. Dalam menjalankan fungsinya, ia bisa mengambil bahan baku dari pengalaman, pengamatan, pembelajaran, atau bahkan juga dari ilusi maupun imajinasi. Sebuah keyakinan yg ‘final’ (dalam tanda kutip) yg tertanam dalam alam pikiran seseorang, bisa saja sebenarnya merupakan gabungan dari semua bahan baku itu.

Waham sebenarnya bukan hal yg sama sekali buruk. Ia lebih kepada sebuah pijakan awal. Para ahli hikmah kadang mengumpamakan waham sebagai sebuah anak tangga. Untuk bisa naik ke sebuah pemahaman atau keyakinan yg lebih tinggi, seseorang membutuhkan sebuah pijakan awal ini.

Waham baru menjadi sebuah hal yg buruk, jika ia dianggap sebagai sebuah kebenaran yg tak terbantahkan, yg tidak bisa diubah lagi. Inilah yg menghambat perkembangan kecerdasan maupun spiritual seseorang. Seseorang tidak akan bisa naik lebih tinggi jika ia tidak mau melepaskan pijakan sebelumnya.

 

Ciri-ciri Waham dan Ilmu yang Haqq

Pertanda negatif bahwa pengetahuan kita berisikan waham, bukannya ilmu manifestasi dari Al-Haqq, adalah pengetahuan kita itu melahirkan kegelapan yg lain, seperti sifat mencari-cari kejelekan (tahassus), saling memata-matai (tajassus), saling membenci (hasad) dan suka bergunjing (ghibah).

Rasulullah Saw. bersabda:

Berhati-hatilah kalian terhadap dzon (prasangka), karena prasangka itu adalah sedusta-dusta perkataan. Janganlah kalian saling mencari-cari kejelekan (tahassus), saling memata-matai (tajassus), saling hasad, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian, wahai hamba² Allah, orang² yg bersaudara. – (HR. Bukhari No. 6064)

Juga di dalam suatu ayat yg lain di dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرً‌ا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا

“Hai orang² yg beriman, jauhilah kebanyakan dari dzon (prasangka), sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus) dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yg lain.” (QS. Al-Hujuraat [49]: 12)

Sedangkan pertanda positif dari adanya waham, adalah hadirnya keraguan. Keraguan tersebut hadir karena ada waham yg hendak digugurkan (dengan kehendak Allah Ta’ala). Dengan kata lain, keraguan itu tak akan muncul bila tidak ada waham.

Hal ini sangat berbeda dengan ilmu yg berasal dari manifestasi Al-Haqq, yg mengarah pada keyakinan (al-yaqiin) terhadap Al-Haqq. Sesuai tingkatan²nya, keraguan akan semakin hilang seiring dengan semakin mendekatnya seseorang pada Al-Haqq.

Waham menjadi berbahaya bagi perjalanan ruhani seseorang, karena ia sanggup menggelincirkan orang tersebut dari jalan yg benar, justru di saat orang tersebut begitu yakin telah berada di jalan itu.

Lawan dari Al-Wahm adalah Al-Ilm. Al-Ilm bukan sekedar ilmu, sebagaimana yg biasa kita pahami. Ada kata ‘Al’ di depannya, yg menunjukan sesuatu yg spesifik, yg tertinggi. ‘Al’ kurang lebih bermakna ‘The’ dalam bahasa Inggris. Al-Ilm kurang lebih adalah ‘The Knowledge’, atau ‘The Understanding’, yaitu ilmu atau pemahaman yg berasal dari Cahaya Allah, yg dianugerahkan-Nya ke dalam qalb (hati spiritual) insan.

Al-Ilm, lawan dari Al-Wahm, secara sederhana bisa kita katakan sebagai ‘ilmu yg haqq (benar)’.

 

Memisahkah Waham dari Ilmu yang Benar

Al-Haqq bisa dipahami melalui tingkatan². Ilmu (pengetahuan) atau pemahaman seseorang sebenarnya adalah sebuah manifestasi yg turun-temurun, tingkat demi tingkat, dari Al-Haqq yg tertinggi.

Turunan² ini, yg bisa jadi berbentuk sebuah keyakinan, pada dasarnya adalah sebuah skema yg menuntun seseorang untuk sampai ke atas. Ilmu dan pengetahuan kita di suatu jenjang pemahaman tertentu tidak serta merta bisa dikatakan sebagai waham. Ia baru menjadi sebuah waham bila membuat kita hanya berhenti di jenjang tersebut.

 

Sumber Waham dan Ilmu yang Benar

Sumber ilmu adalah dari cahaya, sementara sumber waham dari kegelapan. Sifat² cahaya tentu tidak sama dengan sifat² kegelapan, meski keduanya juga bertingkat².

Seseorang hendaknya tidak menyimpan pengetahuan yg sifatnya menduga-duga, karena keyakinan yg tumbuh dari dugaan berpotensi akan menjadi waham juga.

 

Menghilangkan Waham

Waham ini dapat dihilangkan dengan belajar, dengan mendalami pengetahuan sampai tingkat yg detil dan ber-tabayyun (verifikasi, periksa ulang) secara obyektif selama prosesnya.

Hal ini selaras dengan pesan Al-Qur’an Surah An-Najm [53] : 28, yg mengontraskan antara ilmu dengan dzon (prasangka) yg tak akan menuntun seseorang pada Al-Haqq.

وَمَا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

“Dan mereka tidak mempunyai sesuatu ‘ilm (pengetahuan) tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dzon (persangkaan) sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikit pun terhadap Al-Haqq.” (QS. An-Najm [53]: 28)

Hal ini juga dipertegas di ayat yg lain yg menjelaskan bahwa dzon ini erat kaitannya dengan “menduga-duga” (yakhrushun). Pengetahuan berdasarkan dzon yg menduga-duga inilah yg akan menjadi waham, karena ia bukanlah ilmu yg termanifestasi dari Al-Haqq.

إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُ‌صُونَ

“Mereka tidak mengikuti kecuali dzon (prasangka) belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga (yakhrushun).” (QS. Yunus [10]: 66)

Yg bisa memverifikasi sebuah pemahaman atau keyakinan yg diperoleh seseorang, apakah pemahamannya itu semata-mata adalah sebuah waham atau bukan, adalah orang yg telah dianugerahi nur ilmu yg terkait dengan urusan tersebut.

Dalam sebuah thariqah, biasanya yg mampu melakukan verifikasi adalah Sang Mursyid. Namun, bisa saja nur ilmu tersebut juga diterima oleh seorang salik lain (murid) yg tidak berperan sebagai mursyid.

Oleh karenanya, tepatlah ungkapan Imam Al-Ghazali dalam hal ini: “Keraguan adalah pintu awal menuju keyakinan” — karena ada waham yg hendak digugurkan (yakni dipicu oleh keraguan) menuju Al-Haqq (yang melahirkan al-yaqiin sedikit demi sedikit, sesuai dengan tingkatan dan kedekatannya pada Al-Haqq).

Maka, adalah suatu keniscayaan bahwa keraguan tak akan melepaskan cengkeramannya dari diri kita selama masih ada waham yg belum digugurkan. Namun ketika kegelapan keraguan berangsur sirna, maka al-yaqiin pun akan terbit seiring dengan terangnya cahaya Al-Haqq yg menerpa alam pemikiran seorang insan.

Demikianlah hubungan antara waham, Al-Ilm, dan keraguan. Dengan memahami ini, seorang salik akan bisa memperkirakan bagaimana status dari suatu pemahaman yg baru diperolehnya. Di sisi lain, ia tidak bisa menilai bahwa keyakinan orang lain adalah sebuah waham atau bukan, karena tingkat pemahaman maupun kedekatan seseorang dengan Al-Haqq memang berbeda-beda.

Seseorang, jika belum dianugerahi nur ilmu yg terkait, tidak akan pernah bisa menilai secara obyektif (dari sudut pandang Al-Haqq) bahwa pemahaman orang lain hanyalah sebuah waham. Bagaimana seseorang akan memahami turunan² Al-Haqq, akan sangat terkait pada tingkatan pemahaman di mana ia berada.

Wallahu a’lam

Stay inside the oasis.

Tetaplah berada di dalam oase.

Martabat 7

Shuhbah Membangun Mahabbah

Sejarah Tarekat Naqsyabandiyah

20 Sifat Mustahil bagi Allah

Dimensi Kemanusiaan Sufisme dan Thariqah

Syaikh Fariduddin Attar: Penyair Sufi Yang Melegenda

Sulthanul Awliya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani

Sumber Aroma Harum Para Wali

Husain bin Manshur al-Hallaj

Tarekat Sebagai Jaringan Sosial

Penjelasan Tentang Tajalli Dzat, Tajalli Sifat, Tajalli Asma, Dan Tajalli Af’al

Gejolak Hati Melebihi Air yang Mendidih

Kesiapan Menerima Pancaran Cahaya

Tugas Menaklukkan Gunung Galunggung dari YM Ayahanda Guru

Hadits Qudsi Penggugah Jiwa

Intiqal, Ittihad, Hulul & Ittishal

Keagungan Rasulullah: Milik-Mu, Wahai Rabb-ku

Adab Murid Terhadap Dirinya Sendiri

Khatir, Waham & Ilmu yang Haqq