Di dalam ajaran Thariqat terutama Thariqat Naqsyabandiyah ada dikenal dengan istilah bai’at dan talqin dzikir. Yaitu apabila seseorang berniat ingin memasuki ajaran Thariqat, maka haruslah berbai’at dan mengambil talqin dzikir kepada seorang Syaikh yg Mursyid.
Makna Syariat
Adapun makna secara syariat, bai’at adalah perjanjian/pelantikan/peresmian/penobatan (tahbis) seseorang yg memiliki keseriusan untuk menempuh jalan pengetahuan (makrifat) kepada Allah melalui seorang Syaikh Mursyid yg diyakini memiliki hubungan khusus baik secara jasmani maupun ruhani kepada Rasulullah Saw.
Secara etimologi, Bai’at adalah Isim mashdar dari baaya’a – yubaaya’a – bay’atun [بايع – يبايع – بيعة]. Asalnya sama dengan baayi’un (transaksi).
Makna bai’at itu sendiri adalah sumpah setia dengan suatu kepemimpinan, sehingga terjalinlah suatu hubungan yg kuat antara yg memimpin dengan yg dipimpin. Dengan prosesi bai’at maka terjalinlah ikatan hukum berupa hak dan kewajiban serta tanggung jawab atas kedua belah pihak.
Bai’at lebih merupakan pernyataan komitmen spiritual secara formal di depan Syaikh Mursyid untuk menjalani hidup yg benar dan lurus. Bai’at dapat menjadi prosesi terapi bagi seorang murid untuk hijrah dari suasana bathin yg keruh kelam kepada suasana bathin yg baru dan memberikan motivasi berkomitmen untuk menjalani kehidupan yg benar.
Makna Haqiqat
Pada haqiqatnya proses Bai’at di dalam ajaran Thariqat adalah merupakan sesuatu yg amat sakral, karena dalam proses acara bai’at itu seorang Syaikh Mursyid menanamkan Cahaya Nur dzikir yg ada di dalam qalbu Mursyid kedalam qalbu seorang murid, yaitu berupa energi spiritual Nur Ilahi dari Mursyid. Dan diyakini bagi pengamal Thariqat bahwa dalam proses acara bai’at itu adalah dipersaksikan oleh sekalian para Masyaikh (Ruhaniyah Ahli Silsilah Thariqat) dan juga disaksikan oleh Allah Ta’ala dan para malaikat-Nya.
Cahaya nur dzikir yg ditanamkan oleh Syaikh Mursyid ke dalam hati seorang murid itu juga dapat di ibaratkan seperti menyambung kabel energi arus listrik dari gardu listrik kepada sebuah rumah baru, sehingga rumah tersebut sudah mempunyai cahaya terang disebabkan kabel listriknya sudah tersambung. Begitulah perumpamaan bai’at di dalam ajaran Thariqat Naqsyabandiyah, dalam artian agar pertalian sanad silsilahnya dapat bersambung terus hingga sampai kepada Rasulullah Saw.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
(Apa apa yg di tumpahkan Jibril ke dalam dadaku maka ku tumpahkan kedalam dada Abu Bakar). Dan dari Sayyidina Abu Bakar ra. turun kepada Sayyidina Salman al-Farisi ra. dan daripadanya diturunkan pula kepada Sayyidina Qasim bin Muhammad ra. dan terus turun silsilahnya sampai kepada Syaikh Mursyid yg mentalqinkan dzikir itu.
Berbai’at untuk berlaku taat kepada kepada Syaikh adalah merupakan perintah syar’i dan Sunnah Rasulullah Saw. meskipun seseorang itu telah beriman terlebih dahulu. Karena bai’at merupakan pembaharu janji setia serta penguat jalinan kepercayaan beragama.
Tentang Hak dan Kewajiban
Setelah selesai acara talqin dan bai’at maka telah terjalinlah suatu ikatan bathin yg kuat antara seorang Syaikh dengan muridnya itu dan masing² memiliki hak dan kewajiban.
Hak dan Kewajiban Mursyid
Hak (Mursyid) adalah untuk ditaati sepenuhnya oleh murid, dan kewajiban seorang Syaikh Mursyid adalah membimbing secara zahir dan bathin kepada para pengikutnya untuk tetap istiqamah kepada jalan yg lurus. Jalan yg lurus adalah merupakan anugerah yg besar yg hanya dibawa oleh orang² pilihan-Nya.
Anugerah Allah kepada manusia pilihan Allah tersebut adalah para Nabi dan Rasul-Nya, juga di dalamnya adalah Al-’Ulama, pewaris Nabi yg melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan selanjutnya.
Hak dan Kewajiban Murid
Hak murid adalah untuk dipimpin, dibimbing, diberi petunjuk kepada jalan yg lurus. Posisi Syaikh Mursyid adalah sebagai konsultan yg menampung persoalan atau problematika dari para muridnya, dan murid mempunyai hak untuk bertanya terhadap semua persoalan yg belum (tidak mampu) dipecahkannya.
Kewajiban murid adalah sami’na wa atho’na (mendengar dan mematuhi). Tidak ada pilihan melainkan bersikap taat dan turut perintah. Hal ini disebabkan karena telah terbangun keimanannya kepada Mursyid yg telah dipilih Allah dan diyakini mendapatkan mandat Ilahiyyah yg membawa kebijakan Allah Ta’ala. Modal itulah yg melandasi sikap sami’na wa atho’na. Sikap ini bukan taqlid yg dilakukan tanpa dilandasi ilmu pengetahuan, tapi didasarkan atas kesadaran dan keimanan.
Pengabdian seorang Utusan Allah baik dari kalangan Nabi atau ulama penerusnya adalah sebagai pendidik (mu’allim) bagi umatnya.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ ﴿الجمعة: ٢﴾
“Dialah yg mengutus kepada kaum yg buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yg membacakan ayat²Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar² dalam kesesatan yg nyata.” (QS. Al-Jumu’ah: 2)
Bai’at disebut juga dengan Ijazah. Ijazah mengandung arti memberikan suatu amalan atau wirid (kepada murid). (Bai’at – Talqin dan Ijazah) dipadukan dalam satu kesatuan. Bai’at mengandung kesepakatan terhadap kepemimpinan yg di dalamnya mengandung pendidikan atau pengajaran sekaligus adanya pemberian amalan (wirid).
Wiridan dalam Ijazah mesti dilakukan oleh setiap murid untuk mengikat bathin, agar tercipta kelangsungan bimbingan dari seorang Guru kepada murid²nya. Karena bimbingan Islam tidak dibatasi waktu dan tempat. Kapan pun dan di manapun bimbingan (tarbiyah) ruhiyyah bisa dirasakan. Seorang murid mesti memiliki daya juang (mujahadah) untuk mendapatkan hubungan tarbiyah berjalan dengan baik, salah satunya dengan melaksanakan awrad (dzikir) yg diterimanya.
Apabila seorang Mursyid dengan tanggung jawabnya senantiasa memperhatikan keselamatan dan kebahagiaan murid²nya di dunia dan akhirat, dan Allah memberikan kekuatan berupa Nur Ilahi-Nya, kemudian muridnya melakukan mujahadah dalam awrad ijazahnya maka akan tersambunglah hubungan tersebut.
Sebagaiman Firman Allah Ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَىٰ نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا ﴿الفتح: ١٠﴾
“Bahwasanya orang² yg bersumpah setia kepada kamu sesungguhnya mereka bersumpah setia kepada Allah. Kekuasaan Allah di atas kekuasaan mereka, maka barangsiapa yg melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yg besar.” (QS. Al-Fath: 10)
Seorang Mursyid bertugas (ibadah) melakukan bimbingan, mencurahkan pikiran dan strategi, membuat berbagai metodologi dan inovasi, supaya kebijakan yg dibawanya bisa direspon dan diamalkan oleh murid. Tanggung jawab seorang Mursyid itu begitu besar, karena berupa Risalah Al-Islamiyyah yg pernah ditawarkan kepada seluruh makhluk lain sebelum manusia, mereka tidak sanggup memikulnya.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا ﴿الأحزاب: ٧٢﴾
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung², maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)
Tanggung jawab seorang Mursyid bersifat internal dan eksternal, lahir dan bathin yg skalanya sangat luas. Sedangkan seorang murid minimal mempertanggung jawabkan dirinya masing². Kewajiban yg di istiqamahkan akan menghasilkan kualitas diri yg baik. Bahkan diharapkan menjadi hamba² pilihan.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ … إلخ ﴿آلعمران: ١١٠﴾
“Kalian adalah umat yg terbaik yg dilahirkan untuk manusia” (QS. Ali Imran: 110)
Jadi kesimpulannya bai’at seorang murid adalah untuk mendidik supaya seorang murid dapat menjadi pribadi yg taat dan suri tauladan bagi manusia, karena murid yg telah berbai’at, akan mendapatkan bimbingan lahir dan bathin, mendapatkan wawasan ilmu keislaman yg luas, pendalaman dan penghayatan tentang agama dalam bidang ilmu syariat, thariqat, haqiqat dan ma’rifat, sehingga membentuk menjadi pribadi² yg berkualitas, serta menjadi contoh suri tauladan penerus misi Rasulullah Saw. bagi umat manusia.
Wallaahu a’lam