Wali Abdal dalam Kajian Tasawuf

Facebook
WhatsApp
Copy Title and Content
Content has been copied.
2 min read

Dalam kajian tasawuf, dikenal istilah wali abdal. Siapakah mereka? Bagaimana sifat-sifat mereka? Berapa banyak jumlah mereka? Banyak keterangan ulama yang bersumber dari hadits dan pandangan sahabat Rasulullah SAW.

Kata “abdāl” adalah bentuk jamak dari kata “badal” atau pengganti. Syekh Ihsan Jampes dalam Kitab Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin mengatakan, abdal adalah sekelompok wali Allah. Mereka adalah pengganti para nabi. Mereka berjumlah tujuh orang, tidak lebih dan tidak kurang sebagaimana pendapat Abul Baqa’.

Abu Darda RA, sahabat Rasulullah SAW, menerangkan bahwa Allah memiliki hamba yang disebut “al-abdāl” sepeninggal para nabi.

Wali abdal adalah paku bumi. Setelah masa kenabian selesai, Allah menggantikan kedudukan para nabi dengan sekelompok orang dari umat Nabi Muhammad SAW. Mereka lebih utama dari kebanyakan orang lain bukan karena kebanyakan shalat, kebanyakan puasa, dan banyak perhiasan, tetapi karena kewara’an yang benar, niat yang tulus, kebersihan batin terhadap semua umat Islam, bimbingan terhadap mereka dengan mengharap ridha Allah, sabar tanpa kasar, rendah hati tanpa terhina.

Wali abdal adalah sekelompok orang yang dipilih dan diseleksi oleh Allah. Mereka berjumlah 30 atau 40 orang. Keyakinan mereka bak keyakinan hati Nabi Ibrahim AS. Jumlah mereka tetap terjaga. Kalau salah seorang dari mereka wafat, maka Allah akan menggantikan kedudukannya dengan orang lain.

Wali abdal tidak pernah melaknat, menyakiti, merendahkan, dan melampaui batas terhadap apapun dan siapapun. Mereka tidak mendengki orang yang diberi anugerah sesuatu oleh Allah. Mereka orang yang paling baik pengetahuan atas sebuah hakikat, paling lembut tabiat, dan paling murah hati.

Tanda wali abdal adalah sifat kedermawanan dan murah senyum. Hidup mereka selamat. Tidak ada rumusnya hari ini mereka takut kepada Allah, lalu besok lalai. Mereka senantiasa dalam ketaatan lahiriah. Hubungan mereka dan Allah tidak terganggu oleh terpaan topan badai angin keras dan kawanan kuda yang berlari sekalipun.

Hati para wali abdal berjalan mi’raj karena senang dan rindu kepada Allah. Mereka orang yang tidak menyukai dunia. Mereka selalu terdahulu saat berlomba-lomba dalam kebaikan. Mereka adalah “tentara” Allah. Ketahuilah, mereka itulah orang yang beruntung.

واعلم يا أخي أن ذلك في كتاب الله تعالى المنزل إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوا۟ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ

Artinya, “Ketahuilah wahai saudaraku, semua itu tercantum dalam kitab yang diturunkan Allah, ‘Sungguh, Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat baik,’ (Surat An-Nahl ayat 128),” (Lihat Syekh Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin, [Indonesia, Daru Ihya’il Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 259).

Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Wali abdal mendapatkan kedudukannya bukan dengan banyak puasa dan shalat sunnah, tetapi dengan kemurahan hati, kesucian batin, dan nasihat yang tulus untuk umat,” (Lihat Syekh Ihsan M Jampes: I/260).

WaIi abdal, kata Imam Al-Ghazali di Kitab Ihya Ulumiddin, selalu tertutup dari pandangan kebanyakan orang karena mereka sendiri tidak mampu memandang ulama waktu; dan tidak mengenal Allah. Padahal, kebanyakan orang memandangan dirinya sebagai ulama. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/124866/wali-abdal-dalam-kajian-tasawuf

Stay inside the oasis.

Tetaplah berada di dalam oase.

Syaikh Fariduddin Attar: Penyair Sufi Yang Melegenda

313 Nama Rasul

Doa Perlindungan dari Gempa

Tatkala Tuhan Menyapa

Kematian & Alam Barzakh (Alam Kubur)

Hati-Hati dengan Prasangkamu Karena Mata Sering Kali Menipu

Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi

Menjadi Ahli Taat Beribadah: Makna Ridha Allah dalam Ketaatan menurut Sayyidi Syaikh Ibnu Atha’illah As-Sakandari

Qadarullah wa Ma Sya-a Fa’al

Menjemput Rahmat Allah Agar Selamat

Syaikh as-Sayyid Ahmad Al-Badawi

Tingkatan Alam Menurut Para Sufi

Hadits Qudsi Penggugah Jiwa

Tidak Ada Tasawuf Tanpa Syariah

Jika Tak Mampu Menangis, Berpura-puralah Menangis

Nabi Musa as. di Hari Kiamat

Kisah YM Ayahanda Guru

Sejarah Tarekat Rifa’iyah

Wali Abdal dalam Kajian Tasawuf