Syaikh Abul Qasim Junayd al-Baghdadi

Facebook
WhatsApp
Copy Title and Content
Content has been copied.
2 min read

Kehidupan tasawuf yang dilakukan seseorang merupakan jalan penyucian hati dan jalan kekhusyukan untuk mengingat Dia. Berhubungan dengan kekhusyukan, Syaikh Junayd al-Baghdadi juga mengatakan,“Tuhan menyucikan ‘hati’ seseorang menurut kadar kekhusyuknya dalam mengingat Dia.”

Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Junayd ibn Muhammad ibn Junayd al-Baghdadi. Ia kemudian lebih populer dengan panggilan Imam Junayd al-Baghdadi, dan terkadang juga dipanggil al-Junayd saja. Ia merupakan tokoh sufi yang besar pengaruhnya di Baghdad. Imam Junayd lahir di Kota Nihawand, Persia, dan wafat pada 298 H/910 M. Meskipun ia lahir di Nihawand, keluarganya bermukim di Kota Baghdad, tempat ia belajar hukum Islam menurut mazhab Imam Syafi’i, dan akhirnya ia menjadi qadi di Baghdad, kemudian ia menganut Mazhab Abu Tsawr.

Dalam disiplin sufi, ia adalah murid pamannya, Syaikh Sari as-Saqati (w. 253 H/867 H), saudara kandung dari ibunya sendiri. Di samping belajar dengan as-Saqati, ia juga berguru kepada Abu Abd Allah al-Haris ibn Asad al-Basri al-Baghdadi al-Muhasibi (165 H – 243 H/781 – 857 M), seorang sufi yang terkemuka di Baghdad ketika itu. Imam Junayd al-Baghdadi, bahkan dipandang sebagai murid terdekat dan paling banyak mendapatkan ilmu dari Haris al-Muhasibi tersebut.

Sejak kecil, Imam Junayd terkenal sebagai orang yang cerdas, sehingga sangat mudah dan cepat belajar ilmu-ilmu agama dari pamannya. Karena kecerdasannya itu, ketika berumur tujuh tahun, Imam Junayd telah diuji oleh gurunya dengan sebuah pertanyaan tentang makna syukur. Dengan tenang dan tangkas, ia menjawab pertanyaan tersebut, “Jangan sampai Anda berbuat maksiat dengan nikmat yang telah diberikan Allah SWT.” Itulah jawaban yang singkat dari Imam Junayd.

Kehidupan Imam Junayd al-Baghdadi,di samping sebagai sufi yang senantiasa mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya, ia juga sebagai pedagang yang meneruskan usaha ayahnya, yaitu sebagai pedagang barang pecah-belah di pasar tradisional. Selesai berdagang, beliau ke rumah dan mampu mengerjakan shalat dalam waktu sehari semalam sebanyak empat ratus raka’at.

Disamping itu, Imam Junayd memiliki sifat tegas dalam pendirian. Itu terlihat ketika ia menandatangani surat kuasa untuk menghukum mati muridnya sendiri, Husayn ibn Mansur al-Hallaj (w. 309 H/922 M), sufi pencetus konsep Hulul. Dalam surat kuasa itu, ia menulis dengan tegas, “Berdasarkan syari’at, ia (al-Hallaj) bersalah, tetapi menurut hakikat, Allah Yang Maha Mengetahui.”

Pada akhir perjalanan hidupnya, ia diakui banyak muridnya sebagai imam. Sehubungan dengan itu, dalam pandangan Sa’id Hawwa, seorang tokoh sufi kontemporer, ada beberapa sufi yang dapat diterima oleh umat Islam, salah satunya adalah Imam Junayd al-Baghdadi ini, di samping tokoh-tokoh lain, seperti al-Ghazali (w.505 H/1111 M). Imam Junayd meninggal dunia pada Jumat, 298 H / 910 M (versi lain: 297 H/910 M) dan dimakamkan di dekat makam pamannya sekaligus gurunya, Syaikh Sari as-Saqati, di Baghdad.

Dari surat-suratnya atau risalah-risalah singkatnya dan keterangan dari para sufi serta penulis biografi sufi sesudahnya, dapat dipandang bahwa jalan hidup Imam Junayd al-Baghdadi merupakan perjuangan yang permanen untuk kembali ke “Sumber” segala sesuatu, yakni Tuhan. Bagi al-Junayd al-Baghdadi, cinta spiritual (mahabbah) berarti, “Sifat-sifat Yang Dicintai menggantikan sifat-sifat pencinta.”

Imam Junayd memusatkan semua yang ada dalam pikirannya, semua kecenderungannya, kekagumannya, dan semua harapan dan ketakutannya, hanya kepada Allah SWT. Untuk itulah, dengan paham-paham ketasawufannya, ia sering dipandang sebagai seorang syaikh sufi yang kharismatik di kota Baghdad. Banyak tarekat sufi yang silsilahnya melalui Imam Junayd.

Imam Junayd terkenal sebagai tokoh sufi yang sangat konsen dengan dunia tasawuf yang digelutinya. Bahkan bagi beliau tidak ada ilmu di dunia ini yang lebih tinggi dari tasawuf. Dalam hal keteguhan pada tasawuf inilah beliau mengatakan, “Apabila saya mengetahui ilmu yang lebih besar dari tasawuf, tentulah saya pergi mencarinya, sekalipun harus dengan cara merangkak.”

Stay inside the oasis.

Tetaplah berada di dalam oase.

Teks Keputusan Muktamar “Siapakah Ahlussunnah Wal Jama’ah?”

Para Wali Allah

Bahagia Mengamalkan Ajaran Islam; Catatan YM. Abu Tentang YM. Ayahanda Guru

Adab Murid Terhadap Dirinya Sendiri

Tingkatan Alam Menurut Para Sufi

Tarekat Kita

Tiga Kategori Dzikir & 4 Pembagian Dzikir

Anjuran untuk Tidak Langsung Minum Air Setelah Dzikir

Kedudukanmu di Sisi Allah Tampak pada Posisimu Difungsikan sebagai Apa

Tasawuf dan Gugurnya Kewajiban Syari’at

Perbedaan Fungsi Antara Al-Qur’an & Dzikir

Ketika Ulama Terdahulu Menguji Muridnya

Merdeka dari Teori dalam Suluk

Bertarekat Itu Adalah Ciri Orang Mukmin

Jadilah Engkau Bumi, Agar Padamu Tumbuh Mawar

Tarekat Sanusiyah: Gerakan Spiritual Kebangkitan Libya

Allah Tertawa

Sufisme

Syaikh Abul Qasim Junayd al-Baghdadi