Abu Bakar ash-Shiddiq ra. telah berkata kepada Aisyah ra. ketika Allah menurunkan ayat yg menerangkan kesucian Aisyah ra. dari tuduhan² orang munafik, “Hai Aisyah, bersyukurlah (berterima kasihlah) kepada Rasulullah Saw.” Jawab Aisyah ra., “Demi Allah, aku tidak akan bersyukur melainkan kepada Allah.” Di sini, Abu Bakar ra. menunjukkan kepada Aisyah ra. tingkat kedudukan yg lebih sempurna, yaitu maqam keabadian yg tetap mengakui adanya makhluk. Allah telah berfirman, “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ayah-bundamu.” Rasulullah Saw. juga pernah bersabda, “Tidak bersyukur kepada Allah orang yg tidak berterima kasih terhadap sesama manusia.” Akan tetapi, ketika itu, perasaan Aisyah ra. sedang tenggelam dalam lautan cahaya Ilahi sehingga ia lupa terhadap semua makhluk dan tidak melihat sesuatu, kecuali Dzat Allah Yang Esa dan Maha Kuasa.
Sayyidah Aisyah ra. diminta oleh Sayyidina Abu Bakar ra. agar berterima kasih kepada Rasulullah Saw. Karena keterbebasan Sayyidah Aisyah ra. dari tuduhan dusta orang² munafik disebabkan oleh Rasulullah Saw. dan keberkahan Beliau.
Dengan demikian, Beliau layak disyukuri dan diberi ucapan terima kasih. Akan tetapi, Sayyidah Aisyah ra. justru menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan bersyukur melainkan kepada Allah.” Hal itu dikarenakan, Sayyidah Aisyah ra. tengah tak sadarkan diri dan tenggelam dalam cahaya Ilahi. Ia tidak memandang kecuali hanya kepada Allah Ta’ala.
Sayyidina Abu Bakar ra. menunjukkan kepada Sayyidah Aisyah ra. tingkat maqam yg lebih sempurna, yaitu baqa’ (keabadian) yg tetap mengakui dan memandang adanya atsar (kebendaan atau makhluk). Di antara orang yg menduduki maqam ini adalah Rasulullah Saw. Makna memandang makhluk adalah berterima kasih kepada makhluk.
Kemudian, Sayyidina Abu Bakar ra. mendasari perlunya berterima kasih kepada makhluk dengan firman Allah Ta’ala, “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ayah-bundamu,” dan sabda Rasulullah Saw., “Tidak dianggap bersyukur kepada Allah, orang yg tidak berterima kasih kepada sesama manusia.”
Syukur atau terima kasih kepada manusia sebaiknya tetap diungkapkan. Secara tidak langsung, ini juga merupakan syukur atau terima kasih kepada Allah Ta’ala karena hanya Dia yg menggerakkan hati manusia. Syukur (terima kasih) kepada manusia tetap diperlukan karena mereka adalah perantara. Yg berbahaya adalah jika kita tetap bergantung kepada hamba dan melupakan Tuhan.
Sementara itu, Sayyidah Aisyah ra. ketika itu sedang terlepas dari perasaannya, terlepas dari sifat kemanusiaannya. Ia mengalami satu kondisi yg di saat itu ia hanya merasakan penampakan Allah Ta’ala padanya dengan sifat-Nya Yang Maha Memaksa sehingga ia tidak sadarkan diri dan tidak menyadari keberadaan makhluk. Oleh karena itu, ia tidak melihat kecuali kepada Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Kalimat “ketika itu” menandakan bahwa Sayyidah Aisyah ra. mengalami kondisi tersebut tidak setiap waktu, bahkan setelah itu, ia langsung naik ke maqam farq (perpisahan), yaitu maqam yg menuntunnya untuk melihat Allah Ta’ala sekaligus melihat makhluk. Wallaahu a’lam
Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya (16)