Perbedaan Fungsi Antara Al-Qur’an & Dzikir

Facebook
WhatsApp
Copy Title and Content
Content has been copied.
2 min read

Imam Ghozali ditanya, “Anda mengagung-agungkan perkara dzikir, apakah dzikir itu lebih agung derajatnya dari membaca Al-Qur’an?”

Imam Ghozali menjawab;

فاعلم أن قراءة القرآن أفضل للخلق كلهم إلا للذاهب إلى الله عز وجل

“Ketahuilah bahwa membaca Al-Qur’an itu lebih utama bagi seluruh manusia, kecuali bagi orang yg sedang berjalan menuju Allah ‘Azza Wa Jalla.”

Bahwa membaca Al-Qur’an itu seperti kita membaca surat perintah dan petunjuk dari Sang Juragan. Kita harus begini dan begitu. Kita kudu simak betul apa yg Dia kehendaki untuk kita. Hal ini adalah kewajiban dan paling utamanya amal bagi semua orang yg hendak berjalan menuju Allah Ta’ala.

Karena hidup ini seperti jalan raya. Membaca Al-Qur’an analoginya seperti membaca peta GPS, mempelajari rambu² yg akan kita temui, tujuan kemana kita akan melangkah, apa yg akan kita temui, belajar navigasi dan menilik medan jalan raya tersebut. Ini sebagai bekal penting bagi orang yg akan memulai step² perjalanannya. Setiap akan melangkah ke step selanjutnya atau menemui hal baru, kita perlu baca peta dalam Al-Qur’an itu. Agar kita ingat terus peta dan rambunya, maka tiap hari harus dibaca dan dipahami betul.

Nah, setelah membaca peta tersebut, maka sebagai logistik, kendaraan, alat dan senjata saat menjelajahi jalan tersebut adalah dengan dzikrullah. Kita gak mungkin terus-terusan melihat peta saat berjalan menyusuri jalan, karena kita bakal gak fokus pada jalan dan bisa² malah ketabrak. Maka, peta disimpan dulu, alat utama saat menempuh perjalanan menyusuri jalan tersebut adalah dzikir.

Saat kita sudah masuk satu jalan baru, ketemu rest area dan berhenti sejenak untuk beristirahat, kita baca lagi peta untuk mereview perjalanan dan melihat jalan mana lagi yg akan kita tempuh. Kita pun baca Al-Qur’an. Setelah lelah hilang, peta kita simpan, kita lanjut perjalanan dengan mengendarai dzikir.

Ini seperti yg diriwayatkan saat Sayyidina Mu’adz ra. bertanya kepada Sayyidina Abu Musa ra.;

” يَا عَبْدَ اللَّهِ كَيْفَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَالَ أَتَفَوَّقُهُ “

“Hai Abdullah bin Qais, bagaimana kamu mengkhatamkan Al-Qur’an? Sayyidina Abu Musa ra. menjawab: “Saya membacanya setiap ada kesempatan.”

Jadi Sayyidina Abu Musa ra. tidak membacanya setiap detik. Tapi Beliau baca hanya di setiap ada waktu kosong. Karena membaca Al-Qur’an tidak bisa sekedar dibaca. Perlu konsentrasi untuk memahaminya. Sehingga perlu waktu luang. Sedangkan saat waktu luang usai, Beliau melanjutkan aktivitasnya dengan selalu mengingat Allah Ta’ala alias dzikir.

Maka sebagai pejalan menuju Allah Ta’ala, harus memahami kedudukan masing² amal tersebut. Mana yg lebih prioritas saat waktu luang dan mana yg lebih utama saat waktu beraktivitas. Jadikan Al-Qur’an pedoman sebelum berkendara dan jadikan dzikir sebagai kesadaran saat berkendara. Pas leyeh2 ya baca Al-Qur’an. Pas waktunya macul, terus berdzikir.

Kalo ini semua sudah jadi kebiasaan, maka tidak akan ada waktu kosong untuk mengingat Allah Ta’ala. Lama² kita akan muncul ketergantungan pada Allah Ta’ala. Hati pun hanya berkata;

وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

“Sesungguhnya mengingat Allah adalah aktivitas paling utama.” (QS. Al-Ankabuut 45)

Semoga bermanfaat.

Stay inside the oasis.

Tetaplah berada di dalam oase.

Keutamaan Mencium Jari Jempol dan Mengusapkannya ke Mata saat Adzan

Ketika Ilmu Salah Tempat

Kesiapan Menerima Pancaran Cahaya

Tidak Merasa Lebih Baik dari Orang Lain

Ahli Musibah

Pengertian Bertarekat

Thariqah Umum & Thariqah Khusus

Kisah Teladan Abah Habib Luthfi Bin Yahya

Adab dalam Berdzikir

Aspek Kemanusiaan dan Keistimewaan Kekasih-Nya

Adab Menziarahi Ulama

Syaikh Ahmad At-Tijani: Pendiri Tarekat Tijaniyah

Syaikh Ibnu Atha’illah as-Sakandari: Pengarang Al-Hikam

Musyahadah – Menyaksikan Allah Ta’ala

Tarekat Chisytiyyah – Citarasa Spiritual Khas India

Hadits Qudsi Penggugah Jiwa

Kaum Tarekat: Militan atau Apolitik?

Yunus Emre: Satu-Satunya Saat Ketika Kau Tak Berdosa

Perbedaan Fungsi Antara Al-Qur’an & Dzikir