Khauf – Takut Kepada Allah

Facebook
WhatsApp
Copy Title and Content
Content has been copied.
5 min read

Abu al-Layts ra berkata; “Allah memiliki para malaikat di langit ketujuh. Mereka bersujud sejak Allah menciptakan mereka hingga hari kiamat. Mereka menggigil ketakutan karena takut kepada Allah SWT. Apabila hari kiamat tiba, mereka mengangkat kepala dan berkata, Maha Suci Engkau, kami menyembah-Mu dengan penyembahan yang sebenar-benarnya”.

Itulah firman Allah SWT: Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (QS. An-Nahl [16]: 50). Yakni, mereka tidak berbuat maksiat kepada Allah sekejap mata pun.

Rasulullah Saw bersabda; “Apabila tubuh hamba menggigil karena takut kepada Allah SWT, dosa-dosanya berguguran seperti daun-daun yang berguguran dari pohon.”

Dikisahkan bahwa seorang laki-laki tertambat hatinya kepada seorang perempuan. Perempuan itu keluar untuk suatu keperluan. Laki-laki itu ikut pergi bersamanya. Ketika mereka berduaan di padang sahara, sementara orang lain sudah tertidur, laki-laki itu mengungkapkan isi hatinya kepada perempuan tersebut: Perempuan itu berkata,”Lihatlah, semua orang sudah tertidur.”

Laki-laki tersebut senang mendengar kata-kata itu. Dia mengira bahwa perempuan itu telah memberikan jawaban kepadanya. Lalu, dia berdiri dan mengelilingi kafilah. Dia mendapati orang-orang sudah tertidur. Lalu, dia kembali kepada perempuan itu dan berkata, “Benar, mereka telah tidur.” Namun, perempuan itu bertanya, “Apa pendapatmu tentang Allah, apakah Dia tidur pada saat ini?” Laki-laki itu menjawab, “Allah SWT tidak tidur. Dia tidak pernah terserang kantuk dan tidur”. Perempuan itu berkata, “Dzat yang tidak tidur dan tidak akan tidur selalu melihat kita walaupun orang lain tidak melihat kita. Karena itu, Allah lebih pantas untuk ditakuti.”

Akhirnya, laki-laki itu pun meninggalkan perempuan tadi karena takut kepada Sang Pencipta. Dia bertobat dan kembali ke kampung halamannya. Ketika dia meninggal, orang-orang bemimpi melihatnya. Ditanyakan kepadanya, “Apa tindakan Allah kepadamu?” Dia menjawab, “Dia mengampuniku karena ketakutanku itu. Dengan demikian, terhapuslah dosa tersebut.”

Dikisahkan bahwa di tengah Bani Israil ada seorang ahli ibadah yang memiliki keluarga. Lalu, dia tertimpa kelaparan sehingga badannya menggigil. Istrinya pergi untuk mencari makanan bagi keluarganya. Kemudian, dia sampai di rumah seorang saudagar, dan bermaksud untuk meminta makanan untuk keluarganya. Kemudian saudagar itu berkata, “Ya, tapi serahkanlah dirimu kepadaku.”

Perempuan itu terdiam dan kembali ke rumahnya. Dia perhatikan keluarganya yang sedang menjerit kelaparan dan berkata, “Ibu, kami akan mati karena kelaparan. Berikanlah sesuatu yang dapat kami makan.”
Perempuan itu pergi lagi ke rumah saudagar tadi dan mengabarkan keadaan keluarganya. Saudagar itu bertanya, “Maukah engkau memenuhi keperluanku?” Perempuan itu menjawab, “Ya”.

Ketika mereka sedang berduaan, persendian si perempuan itu mengigil sehingga anggota-anggota tubuhnya hampir terlepas dari badannya. Melihat keadaan itu, sang saudagar bertanya, “Ada apa denganmu?” Perempuan itu menjawab, “Aku takut kepada Allah.” Saudagar itu berkata, “Engkau saja takut kepada Allah SWT dengan kemiskinanmu. Aku lebih pantas untuk takut kepada-Nya daripada dirimu.”

Karena itu, dia menjauhi perempuan itu dan memenuhi kebutuhanya. Lalu, perempuan itu pulang menemui anak-anaknya dengan membawa kenikmatan yang banyak. Anak-anaknya pun sangat bergembira. Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Musa as, “Sampaikan kepada fulan bin fulan bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosanya.”

Lalu Nabi Musa as menemui saudagar itu dan berkata, “Tampaknya engkau telah mengerjakan kebajikan diantara dirimu dan Allah.” Kemudian, saudagar itu menceritakan kisahnya. Nabi Musa as berkata, “Allah SWT Telah mengampuni dosa-dosamu.” Demikianlah disebutkan di dalam Majma’ al-Lathaif.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda; “Allah SWT berfirman: Pada hamba-Ku tidak berkumpul dua ketakutan dan dua rasa aman. Barangsiapa yang takut kepada-Ku di dunia, Aku akan memberikan keamanan kepadanya di akhirat. Sebaliknya, barangsiapa yang merasa aman kepada-Ku di dunia, Aku akan memberikan rasa takut kepadanya pada hari kiamat.”

Tentang hal itu, Allah SWT Berfirman; “Karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku”. (QS al-Ma’idah [5]: 44).
“Karena itu, janganlah kamu takut kepada mereka, melainkan takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (QS. Ali ‘Imran [3]: 175).

Khalifah Umar ra pernah jatuh pingsan karena takut ketika mendengar bacaan suatu ayat Al Qur’an. Pada suatu hari, dia mengambil sebatang jerami, lalu berkata, “Aduhai, alangkah baiknya jika aku menjadi jerami dan tidak menjadi sesuatu yang disebut. Aduhai, alangkah baiknya jika dulu ibuku tidak melahirkanku.” Dia menangis terisak-isak sehingga air mata membasahi pipinya. Oleh karena itu, pada wajahnya ada garis bekas tetesan air mata.

Rasulullah Saw bersabda, “Tidak masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah hingga air susu kembali pada tetek.”

Dalam Raqa’id al-Akhbar disebutkan: Hari kiamat didatangkan kepada hamba, maka kejelekan-kejelekannya lebih banyak daripada kebaikan-kebaikannya. Lalu, dia diperintahkan ke neraka. Bulu matanya berkata, “Wahai Tuhanku, Rasul-Mu Muhammad Saw telah bersabda; “Barangsiapa yang menangis karena takut kepada Allah, Dia mengharamkannya pada api neraka. Lalu, aku menangis karena takut kepada-Mu.” Karena itu, Allah mengampuni dan mengeluarkannya dari neraka dengan berkah sehelai bulu matanya yang ketika di dunia pernah menangis karena takut kepada Allah SWT. Jibril as berseru, “Fulan bin fulan selamat karena sehelai bulu mata”.

Dalam Bidayah al-Hidayah disebutkan: Pada hari kiamat, didatangkan Neraka Jahanam yang nyalanya bergemuruh, dan setiap umat berlutut karena takut kepadanya. Sebagaimana hal itu difirmankan Allah SWT: “Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya.” (QS. al-Jatsiyah [45]: 28).

Ketika mendatangi neraka, mereka mendengar suara mendidih dan nyalanya. Gemuruh nyalanya terdengar hingga jarak perjalanan lima ratus tahun. Setiap para nabi berkata, “Diriku, diriku,” kecuali Rasullullah Saw. Beliau berkata, “Umatku, umatku.” Dari Neraka Jahim itu keluar api sebesar gunung. Umat Muhammad Saw berusaha mendorongnya. Mereka berkata, “Wahai api, demi hak orang-orang yang menegakkan shalat, yang bersedekah, yang khusyu’ dan yang puasa, kembalilah.” Namun, api itu tidak mati kembali maka dipanggillah Jibril as. Kemudian Jibril as datang dengan membawa segelas air, lalu diberikan kepada Rasulullah Saw. Jibril as berkata, “Wahai Rasulullah, ambillah ini, lalu siramkan pada api itu.” Kemudian, beliau menyiramkannya pada api sehingga ketika itu pula api itu padam.

Lalu Rasulullah Saw bertanya, “Ini air apa?” Jibril as menjawab, “Ini adalah air mata orang-orang yang durhaka diantara umatmu. Mereka menangis karena takut kepada Allah SWT. Lalu, aku diperintahkan untuk memberikannya kepadamu agar disiramkan pada api itu, sehingga api itu menjadi padam dengan izin Allah SWT.” Rasulullah Saw berdoa; “Ya Allah, anugerahilah aku dengan dua mata itu tidak menjadi seperti yang digambarkan penyair:

Mengapa mataku tak menangis
karena dosa-dosaku,
Umurku lepas dan tanganku
tetapi aku tak tahu.”

Dikisahkan dari Muhammad bin al-Mundzir ra bahwa ketika beliau menangis, wajah dan janggutnya dibasahi air mata. Dia berkata, “Telah sampai kabar kepadaku bahwa api neraka tidak akan membakar tempat-tempat yang pernah dibasahi air mata.”

Karena itu, hendaklah orang mukmin takut akan azab Allah dan menjauhkan diri dari hawa nafsu. Allah SWT berfirman: “Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (QS an-Nazi’at [79]: 37 dan 41).

Barangsiapa yang ingin selamat dari azab Allah dan memperoleh pahala dan rahmat-Nya, hendaklah dia bersabar atas kesengsaraan dunia dan ketaatan kepada Allah, serta menjauhi kemaksiatan. Dalam Zahr al-Riyadh terdapat hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda, “Apabila para penghuni surga masuk ke dalam surga, para malaikat menemui mereka dengan segala kebaikan dan kenikmatan. Para malaikat itu menempatkan mimbar-mimbar untuk mereka. Diberikan kepada mereka berbagai macam makanan dan buah-buahan. Terhadap kenikmatan ini, mereka keheranan; Allah bertanya, “Wahai hamba-hamba-Ku, mengapa kalian tampak keheranan? Ini bukan tempat untuk merasa heran.” Mereka menjawab, “Sesuatu yang dijanjikan kepada kami telah tiba waktunya.” Allah SWT berfirman kepada para malaikat, “Angkatlah hijab dari wajah mereka.” Namun, para malaikat bertanya, “Wahai Tuhan kami, bagaimana mereka akan melihat-Mu, bukankah dulu mereka adalah orang-orang yang durhaka?”. Allah SWT menjawab, “Angkatlah hijab, karena mereka adalah orang-orang yang selalu berdzikir, bersujud, dan menangis di dunia karena ingin sekali-bertemu dengan-Ku.”

Lalu, hijab itu diangkat. Mereka memandang Allah, lalu menjatuhkan diri untuk bersujud kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Allah berfirman kepada mereka, “Angkatlah kepala kalian. Ini bukan tempat untuk beramal, melainkan tempat kemuliaan.”

Allah menampakkan diri kepada mereka tanpa diketahui bagaimana penampakan diri-Nya, dan dengan rasa bahagia berkata kepada mereka, “Salam sejahtera bagi kamu sekalian, wahai hamba-hamba-Ku. Aku telah ridla kepada kalian. Apakah kalian ridla kepada-Ku?” Mereka serentak menjawab, “Wahai Tuhan kami, bagaimana kami tidak ridla, padahal Engkau telah memberikan kepada kami sesuatu yang tidak terlihat mata, tidak terdengar telinga, dan tidak terpikirkan kalbu manusia.”

Inilah makna firman Allah SWT: “Allah ridla terhadap mereka dan mereka pun ridla terhadap-Nya”. (QS Ali ‘Imran [3]: 119).

“(Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (QS Yasin [36]: 58).

[]

Sumber: https://pejalanruhani.blogspot.com/2013/07/khauf-takut-kepada-allah.html

Stay inside the oasis.

Tetaplah berada di dalam oase.

Dzun Nun al-Mishri

Memahami Konsep Wujud Menurut Syekh Nuruddin Ar-Raniri

Tebusan

Belajar Menyadari

Adab-Adab bagi Salik

Makna Pikiran, Pendahuluan dan Turunannya

Husain bin Manshur al-Hallaj

Hanya dengan Mengingat Allah

Bagaimana Bahagia dari Dalam Diri

Ketika Allah Menghendaki Hamba-Nya Menjadi Wali

Tingkatan Wali Allah

Sejarah Tarekat Naqsyabandiyah

Sejarah Tarekat Idrisiyah

Hadits Qudsi Penggugah Jiwa

Syaikh Ahmad At-Tijani: Pendiri Tarekat Tijaniyah

Martabat 7

80 Miliseconds: Jarak Tuhan dan Manusia

Karomah YM. Ayahanda: Batu Bata Berubah Menjadi Emas

Khauf – Takut Kepada Allah